AMPHI Laporkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial

0
IMG-20250115-WA0040
Spread the love
image_pdfimage_print

JAKARTA, (TB) – Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) hari ini, Rabu 15 Januari 2025 secara resmi melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial (KY) terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara Andri Tedjadharma.

Tedjadharma, seorang warga negara Indonesia yang menggugat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia atas penyitaan harta pribadi, menilai bahwa hakim yang menangani kasusnya telah mengabaikan bukti-bukti penting yang dapat membuktikan ketidakberesan dalam penegakan hukum tersebut.

Laporan ini diajukan setelah AMPHI menelaah beberapa fakta persidangan yang dianggap tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Fakta-fakta ini dianggap dapat merusak integritas peradilan Indonesia dan mencederai rasa keadilan bagi pihak yang terlibat.

Fakta yang Diabaikan oleh Majelis Hakim

AMPHI menyoroti beberapa bukti yang tidak dipertimbangkan dalam sidang tersebut:

1. Putusan Kasasi yang Tidak Pernah Ada

AMPHI mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung (MA) telah mengonfirmasi bahwa tidak ada berkas permohonan kasasi dari BPPN terhadap Bank Centris. Salinan putusan kasasi yang diterima Andri Tedjadharma pada 1 November 2022, lebih dari 20 tahun setelah putusan banding 2001, juga diragukan keasliannya. MA bahkan mengeluarkan tiga surat resmi yang menyatakan bahwa berkas kasasi tersebut tidak pernah diterima.

2. Hilangnya Sertifikat Lahan 452 Hektar

AMPHI juga mencatat bahwa sertifikat lahan seluas 452 hektar yang merupakan jaminan Bank Centris tidak ditemukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), meskipun Bank Indonesia menyatakan telah menyerahkannya pada 1999. Andri Tedjadharma, yang telah berusaha menanyakan keberadaan sertifikat tersebut, tidak mendapat jawaban atas surat-suratnya.

3. Kekurangan Bukti dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.

Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan tidak dapat menunjukkan sertifikat autentik atas lahan tersebut. Sebagai gantinya, hanya ada catatan serah terima dokumen yang dinilai tidak sah secara hukum.

4. Keterangan Saksi Ahli yang Diabaikan.

AMPHI mencatat bahwa keterangan dari saksi ahli yang menyatakan bahwa Akte 46 Perjanjian Perdata antara Bank Centris dan Bank Indonesia seharusnya menjadi dasar utama dalam sengketa ini tidak dipertimbangkan oleh hakim.

Berikut Pernyataan Sikap AMPHI menyikapi perihal tersebut;

Ketua AMPHI, Wahyudin Jali, menyatakan, “Kami melihat adanya indikasi pelanggaran kode etik oleh hakim dalam perkara ini. Fakta-fakta penting yang dapat membuktikan kebenaran justru diabaikan, sehingga kami memandang perlu untuk membawa hal ini ke Komisi Yudisial agar integritas peradilan dapat dipertahankan.”

AMPHI juga menegaskan bahwa langkah ini tidak hanya bertujuan untuk membela Andri Tedjadharma, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia.

Tuntutan AMPHI kepada Komisi Yudisial

Dalam laporannya, AMPHI meminta Komisi Yudisial untuk:

1. Memeriksa majelis hakim yang memutus perkara ini atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

2. Memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran.

3. Menjamin bahwa putusan pengadilan yang akan datang didasarkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan integritas.

Lampiran Dokumen Pendukung

AMPHI juga telah menyertakan berbagai dokumen pendukung dalam laporan ini, termasuk surat dari Mahkamah Agung, DJKN, serta dokumen persidangan yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan oleh majelis hakim.

Dengan laporan ini, AMPHI berharap dapat mendorong Komisi Yudisial untuk bertindak tegas guna menjaga kredibilitas lembaga peradilan dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Hormat Kami,

Wahyudin Jali (Ketua Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *