BHPRD Tahun 2023 Tak Kunjung Cair, Kades di Kabupaten Bogor Menjerit

BOGOR, (TB) – Sejumlah Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bogor mengeluhkan terkait belum juga dicairkannya dana Bagi Hasil Pajak Retribusi Daerah (BHPRD) tahun 2023 oleh Pemerintah Daerah.

Dana BHPRD yang semestinya cair di bulan April tersebut hingga saat ini belum juga ada kepastian kapan akan disalurkan oleh Pemkab Bogor. Dampaknya banyak Kepala Desa yang kebingungan untuk menutupi anggaran biaya operasional dan membayar tunjangan staf desa.

“Dana BHPRD itukan sebagian peruntukannya untuk operasional dan bayar tunjangan staf setiap bulan. Nah bagaimana pelayanan di desa mau berjalan maksimal jika sampai sekarang dana untuk keperluan itu belum juga cair,” keluh Wahyu Ardianto Kades Cijujung, Kecamatan Sukaraja kepada media ini, Rabu (14/06).

” Untuk menutupi kebutuhan biaya operasional tersebut, tidak sedikit teman kami (para Kades) menjerit karena harus berhutang sana sini cari dana talangan,” ungkapnya.

Sementara lanjut Wahyu, Kades sendiri dalam aturannya tidak diperbolehkan atau dilarang untuk menanggulangi atau memakai dana talangan melebihi Rp.10 juta rupiah, tambahnya.

Dana BHPRD itukan sudah menjadi hak pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 70 tahun 2022 tentang Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD). Yang mengatur terkait pembagian porsi BHPRD untuk desa. Jadi menurut Wahyu Janganlah dana tersebut ditunda-tunda lagi pencairannya agar pelayanan publik di desa tetap berjalan maksimal.

” Harapan kami Pemkab Bogor (Plt Bupati Bogor-red) mendengar keluhan kami ini. dan dalam waktu dekat segera mencairkan anggaran BHPRD tersebut,” ucap Wahyu.

Terpisah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Teuku Mulya menyatakan bahwa dana BHPRD itu sudah tersedia namun untuk pencairannya harus menunggu Perbub dan rekomendasi dari dinas terkait yaitu Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

“Tentu dana itu tersedia karena sudah masuk ke dalam APBD tahun ini. Namun begitu, tapi kami menunggu adanya regulasi berupa Perbup Bogor baik soal Dana Samisade maupun Dana BHPRD,” ungkap Teuku Mulya, Kamis (25/5/2023) seperti dilansir dari media Online Bogorkita.com

Selain menunggu adanya regulasi soal Perbup Bogor, lanjut Teuku, BPKAD juga menunggu rekomendasi dari DPMD Kabupaten Bogor dan pihak terkait lainnya. Karena sesuai aturan yang ada, pelaksanaan pencairan bantuan keuangan dari APBD kepada Pemerintah Desa harus telah memenuhi berbagai persyaratan, sebutnya. (Sto)




Kades Cilebut Timur Kesal, Dana BHPRD Hilang Hingga Rp251 Juta

BOGOR, (TB) – Kepala Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Muchtar Kelana kesal dan mengeluhkan anggaran Bagian Hasil Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah  (BHPRD) yang diterima Pemerintahan Desanya hilang hingga Rp.251 juta pada pencairan tahap kedua tahun 2022 ini.

Akibatnya, dirinya mengaku kewalahan dan harus mengeluarkan dana pribadi untuk keperluan membayar Penghasilan Tetap (Siltap) para aparatur/staf desa dan untuk kegiatan-kegiatan desa yang sudah direncanakan.

” Penghasilan desa Cilebut Timur dari BHPRD tahun ini hilang atau berkurang drastis. Di tahap pertama kami masih terima sebesar Rp.663 juta an. Nah sekarang kami hanya menerima sebesar Rp.411 juta lagi, jadi ada sekitar Rp. 251 juta yang hilang,” terang Muchtar.

Terkait hal tersebut kata Muchtar,  sudah disampaikan (di komplain) ke pihak Bappenda Kabupaten Bogor. Bappenda mengatakan bahwa ada kesalahan dalam penghitungan tapi tidak memberikan solusi atas berkurangnya nominal BHPRD yang hilang atau berkurang tersebut.

” Sudah kami sampaikan keberatan kami terkait hal itu. Tapi pihak Bappenda tidak memberikan solusi apapun.” Ungkapnya.

Sementara kami (pemdes-red) lanjut Muchtar, mengandalkan dana tersebut untuk menggaji staf desa, untuk PKK, Kader Posyandu dan lainnya termasuk kegiatan desa yang sudah direncanakan jauh-jauh hari, keluhnya.

Kami berharap Pemda Kabupaten Bogor merespon keluhan ini dan Bappenda segera melakukan penghitungan ulang terkait bagi hasil retribusi pajak yang harus kami terima.

” Dengan hilangnya hampir 30 persen penghasilan BHPRD itu sangat menggangu kinerja pemerintahan desa. Selaku kades kami sangat keberatan dengan kejadian ini. Staf kami yang biasanya setiap bulan menerima insentif Rp. 1.500, 000,- an, harus berkurang jadi Rp. 1.300.000, kan kasihan mereka,” ungkapnya.

Selain itu juga kami jadi bingung  bagaimana menjalankan program desa yang sudah direncanakan jika anggarannya tidak ada. Bagaimana kami harus pertanggung jawabkan hal ini ke warga kami, keluh Muchtar.

” Sekali lagi kami berharap, Bupati Bogor secepatnya menindaklanjuti hal ini. Dan kepada Bappenda agar segera melakukan penghitungan ulang dan memberikan sisa dana BHPRD desa kami yang hilang atau berkurang tersebut,” pinta Muchtar. (Sto)




Dugaan Penggunaan Besi Bekas Pada Proyek Jembatan Rawayan, Kades Cigombong Bungkam

BOGOR, (TB) – Pembangunan jembatan penghubung antara Desa Cigombong dengan Desa Ciburuy yang sumber anggarannya dari program Bupati Bogor, yakni Satu Miliar Satu Desa (Samisade) tahun 2021, yang bahan material utamanya diduga menggunakan besi bekas bangunan jembatan lama, masih menyisakan pertanyaan.

Berdasarkan informasi yang didapat, pembangunan Jembatan Rawayan sepanjang kurang lebih 42 meter dengan anggaran 300 juta, saat itu tidak melibatkan warga setempat. Warga setempat hanya menjadi penonton saja.

Saat proses pembangunan berlangsung, timbul kekhawatiran dari warga sebagai calon pengguna jembatan, karena warga menyaksikan adanya penggunaan besi bekas dari bangunan jembatan lama yang sebelumnya sudah roboh.

“Tiang penyangga kiri dan kanan jembatan itu menggunakan besi lama yang sudah berkarat dan tidak layak dipasang, warga juga tidak ada yang dilibatkan ikut kerja”, ungkap Darmo warga setempat.

Warga sangat menyayangkan ulah pelaksana nakal yang mengakali bahan material itu demi keuntungan pribadinya, dengan mengorbankan keselamatan pengguna jembatan. Padahal, warga juga mengetahui bahwa anggaran untuk pembangunan jembatan ini sangat besar dan cukup untuk membeli bahan material yang baru hingga hasilnya maksimal.

“Kalau bahan material Jembatan Rawayan itu menggunakan bahan yang baru, kami yakin kualitasnya akan sangat baik dan akan bertahan lama. Kami juga sebagai pengguna tidak akan merasa khawatir saat menggunakan jembatan itu untuk melintas,” papar Toto warga lainya.

Dilansir dari pemberitaan Jurnal Inspirasi, berdasarkan hasil peninjauan tim Pemerintah Kecamatan Cigombong, yang terdiri Sekcam saat itu yang dijabat Asep Achadiat sudrajat, Kasi Ekbang, Kasi Pemerintahan, beserta staf ke lokasi, Rabu (01/05/2022), melalui Sekcam, Tim membenarkan adanya penggunaan bahan material bekas.

“Setelah saya bersama jajaran pemerintahan kecamatan, Kepala Seksi (Kasi) Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang), Kasi Pemerintahan dan staf langsung turun ke lokasi, memang kami melihat adanya penggunaan bahan material lama dalam pembangunan jembatan penghubung antara Desa Cigombong dengan Desa Ciburuy tersebut. “namun masih layak pakai”, dalihnya

Menurutnya, berdasarkan informasi dari para pekerja dan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), penggunaan material lama disebabkan kegiatan jembatan tersebut merupakan rehabilitasi bukan pembangunan baru.

Asep pun menjelaskan, untuk para pekerja rehabilitasi jembatan anak Kali Cisadane itu, dikerjakan warga setempat. Artinya program padat karya tunai desa (PKTD) berjalan dan terdapat imbas peningkatan ekonomi bagi warga setempat.

Mantan Plt Camat Cigombong ini mengakui, jika dalam pelaksanaan pengerjaan rehabilitasi jembatan itu, dikerjakan oleh pekerja yang memang ahli di bidang tersebut. Sehingga, kualitas pengerjaan rehabilitasi jembatan, terbilang cukup bagus dan kokoh.

“Hanya sayangnya, pengerjaan sangat terlambat. Seharusnya tanggal 31 Desember 2021, kegiatan pengerjaan sudah selesai. Untuk masalah keterlambatan, silahkan tanyakan saja  ke TPK Desa Cigombong atau kepala desanya,” jelas Asep yang juga ikut memonitoring pertama kali kegiatan pengerjaan Jembatan Rawayan mulai dikerjakan saat itu.

Sementara, Kepala Desa (Kades) Cigombong, Heri Hendrawan, lagi-lagi tidak mau dikonfirmasi terkait dugaan penggunaan bahan material bekas di kegiatan pembangunan jembatan yang menghabiskan anggaran ratusan juta berasal dari Samisade tersebut.

Menyikapi hal tersebut, Ketua LSM Getar Pasundan Diana Papilaya mengecam keras atas lemahnya pengawasan dan tidak adanya ketegasan dari instansi terkait serta aparat hukum. Karena menurutnya tindakan pelaksana pekerjaan itu diduga kuat adanya unsur tindak pidana yang melibatkan banyak pihak.

“Sudah jelas itu sebuah pelanggaran, kenapa tidak ada tindakan tegas, ini namanya pembiaran dan akan memberikan contoh kepada pihak lain untuk melakukan tindakan yang serupa. Dan kepada aparat berwenang agar mempublikasikan kepada umum sanksi apa yang diberikan kepada TPK maupun kades atas tindakannya itu. Saran kami, pemerintah daerah harus mempertimbangkan kembali agar desa Cigombong jangan mendapat bantuan Samisade di tahun ini”, tegasnya. (Rd/sto)




Realisasi Program Samisade di Beberapa Desa Molor, Salah Siapa?

BOGOR, (TB) – Program Satu Miliar Satu Desa atau Samisade untuk infrastruktur di pedesaan merupakan Program Unggulan Bupati Bogor Ade Yasin yang mulai bergulir di tahun 2021 lalu dalam realisasinya ternyata masih banyak persoalan yang harus dibenahi.

Salah satunya terkait proses pencairan anggarannya. Dimana proses pencairan bantuan tersebut dilakukan bertahap yakni dua tahap. Untuk tahap 1 saja di tiap-tiap desa anggaran itu turun tidak bersamaan, tergantung pada cepat atau lambatnya proses pengajuan desa masing-masing.

Nah yang menjadi masalah adalah pencairan dana Samisade tahap 2 yang di beberapa desa mengalami keterlambatan, sehingga berdampak pada realisasinya.

 

Seperti yang terjadi di Desa Karanggan, Kecamatan Gunung Putri. Hingga hari ini 19 Januari 2022 realisasi anggaran bantuan Pemkab Bogor (Samisade) tersebut belum juga rampung dikerjakan.

Adang, Kepala Desa Karanggan kepada media ini membenarkan jika proyek pembangunan Turap Penahan Tanah (TPT) dengan Volume 700 meter dan Pagu Anggaran Rp. 700 juta yang anggarannya bersumber dari Samisade hingga saat ini masih dalam proses pengerjaan.

“Belum selesai kang, masih berlangsung pengerjaannya,” jelas Adang saat dikonfirmasi dikantornya, Rabu 19 Januari 2022.

Alasannya kata Adang, selain karena lokasi pembangunan TPT itu yang tidak bisa dijangkau kendaraan roda empat, sehingga menyulitkan dalam pengangkutan material, seperti batu, semen dan pasirnya. Juga karena kondisi cuaca yang sering turun hujan.

” Keterlambatan pengerjaan itu dikarenakan untuk mengangkut material ke titik lokasi harus beberapa kali transit dan harus diangkut pake gerobak roda dan itu memakan waktu. Juga karena cuaca yang sering hujan sehingga pekerjaan tidak bisa dilakukan terus-menerus setiap harinya. Ditambah lagi dengan anggaran Samisade itu sendiri yang terlambat turunnya. Untuk desa karanggan, dana tersebut turun di bulan Desember 2021, sementara karena proyek TPT itu panjangnya mencapai 700 meter, tentu pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama,” papar Adang.

Hal senada disampaikan juga oleh Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) desa karanggan, Ade Jumanta, ” Gimana ga molor anggaran turun di desember,” singkat Ade, saat dikonfirmasi melalui pesan whatsappnya beberapa waktu lalu.

Kedepannya kata Adang, kami Pemerintah Desa berharap anggaran bantuan itu bisa dicairkan lebih awal tidak diakhir tahun, sehingga dalam pengerjaan atau realisasinya tidak lagi terjadi keterlambatan hingga nyebrang tahun, pinta Adang.

Untuk diketahui keterlambatan penyelesaian realisasi infrastruktur yang dananya bersumber dari Samisade itu bukan hanya terjadi di desa Karanggan saja. Di beberapa desa di kecamatan lain pun hal itu terjadi. Seperti di Desa Bojongbaru Kecamatan Bojonggede, juga Desa Cilebut Barat Kecamatan Sukaraja.

Diduga keterlambatan penyelesaian realisasi itu terjadi disebabkan telatnya dana itu diterima pihak desa. Berdasarkan data yang dihimpun media ini, rata-rata desa-desa yang terlambat realisasinya itu menerima anggaran Samisade pada pertengahan bulan desember 2021.

Hingga berita ini ditulis pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD Kabupaten Bogor belum bisa dimintai keterangan dan tanggapannya. (Sto)

 




Ngariung Pokja Kabupaten Bogor, “Peran DPMD dalam Capaian Pancakarsa”

CIBINONG, (TB) – Ngariung Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kabupaten Bogor, dengan tema “Peran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Dalam Pencapaian Pancakarsa”.

Kegiatan yang berlangsung di Aula Dinas Kominfo Cibinong itu tanpil sebagai Narasumber, Kepala Dinas DPMD, Renaldi Yushab Fiansyah, S. Sos dan di dampingi sejumlah Kabid di Dinas tersebut, Jum’at (25/11.21).

Renaldi mengatakan, Kabupaten Bogor adalah jumlah penduduk terbanyak urutan ke 13 level Provinsi, yakni sekitar 5.467 juta jiwa dari jumlah Penduduk Provinsi jabar sekitar 48 juta jiwa, ucapnya.

” Mulai tahun 2021 ini, Bupati Bogor memprogramkan dana Satu Milyar Satu Desa (SAMISADE) adalah, merupakan bantuan keuangan infrastruktur khusus dan anggaran tersebut sudah terserap Rp. 372 Milyar, sedangkan usulan masuk di tahun 2022 dan meningkat menjadi 395,5 milyar,” jeasnya.

Berdasarkan rilis Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan transmigrasi (KDPDTT), bulan Juni 2021 di Kabupaten Bogor, tiada ada lagi katagori desa tertinggal dengan rincian, Katagori desa mandiri 48 desa, katagori desa maju 188 desa dan katagori desa berkembang berjumlah 180 desa dari 416 Desa dan 39 Kecamatan se-Kabupaten Bogor, sebab 1 kecamatan lagi, yaitu, Kecamatan Cibinong sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor, seluruhnya menjadi wilayah Kelurahan, pungkasnya. (Muzni)