Penyelesaian Lahan Ulayat, Ahli Waris 5 Keturunan Akan Surati Kanwil BPN Lampung

BANDAR LAMPUNG, (TB) – Perwakilan ahli waris Masyarakat 5 (Lima) Keturunan Bandardewa Benson Wertha, SH akan segera melayangkan surat ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Lampung.

Terkait tindak lanjut dan langkah-langkah yang akan diambil dalam menindaklanjuti rekomendasi Komisi I DPRD Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) dalam penyelesaian sengketa lahan seluas 1.470 H yang telah berlangsung selama 40 tahun antara Masyarakat 5 Keturunan Bandardewa dengan PT HIM di Tiyuh Bandardewa, Kecamatan Tulangbawang Tengah, Kabupaten Tulangbawang Barat, Provinsi Lampung. Hal tersebut disampaikan Benson dalam keterangan tertulis, pada Minggu (25/9).

Menurut Benson, Dalam rekomendasi Komisi I DPRD Tubaba disebutkan diantaranya berbunyi Tim Reforma agraria agar sesegera mungkin melakukan Penataan ulang luasan Lahan HGU perkebunan yang dimiliki oleh PT HIM.

“Untuk mendapatkan kepastian hukum kami akan mempertanyakan masalah ini kepada Kanwil BPN Lampung,” kata dia.

Sebab, lanjut Benson, Bupati/Gugus Tugas Reforma Agraria Tubaba tidak menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten setempat, padahal sengketa tanah tersebut telah mengakibatkan kerusuhan di areal kebun karet PT HIM.

“Sikap dan kebijakan kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tubaba yang baru tidak konsisten dalam mendukung upaya ukur ulang HGU PT HIM yang disinyalir tumpang tindih di areal sengketa dengan lahan 5 Keturunan Bandardewa,” sebut mantan Anggota DPRD kota Bandarlampung tersebut.

Terkait hal tersebut, Benson Wertha berharap agar apa yang sudah menjadi Tugas kepala Kanwil BPN Lampung dapat mengambil langkah cepat dan terukur dalam penyelesaian masalah ini, demi tegaknya kepastian Hukum dan tidak terkesan melindungi para oknum dugaan Mafia Tanah yang sudah berlangsung puluhan tahun di Kabupaten Tubaba.

“Kami yakin jika ukur ulang dapat dilaksanakan apa yang menjadi permasalahan carut marutnya sengketa lahan di Kabupaten Tubaba yang selama ini dikuasai PT HIM akan menjadi terang benderang dan dapat meminimalisir dugaan kebocoran PAD di Kabupaten Tubaba yang terjadi selama ini,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum didapatkan informasi dari pihak berkompeten Kanwil BPN Lampung.

Diketahui, Ketua Komisi 1 DPRD Tulangbawang Barat, Yantoni mengecam kinerja Tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Tulangbawang Barat yang terkesan tidak menindaklanjuti rekomendasi hasil hearing yang telah dikeluarkan oleh pihaknya dalam upaya penyelesaian konflik lahan Ulayat masyarakat Adat 5 Keturunan Bandardewa dengan PT Huma Indah Mekar (PT HIM) beberapa bulan yang lalu.

“Kalau permasalahan mafia tanah Itu kan kita semua tahu bahkan semua petinggi negara termasuk DPR RI sudah menyampaikan demikian, artinya secara langsung dan tidak langsung sudah mengetahui Permasalahan legalitas tanah di tempat kita,” kata Yantoni saat ditemui dikediamannya Senin (19/9) malam.

Yantoni mengharapkan kepada semua pihak untuk berbuat nyata, dan tidak sekedar bicara-bicara saja seperti yang terjadi selama ini.

“Tapi saya berharap kita bersama-sama sekarang ini jangan cuma sebatas mengucapkan, tapi bagaimana kita berbuat,” sentilnya. (Dr)




Polemik HGU Bodong, Panja Ukur Ulang Komisi II DPR RI Akan Kunjungan Spesifik Ke Lampung

BANDAR LAMPUNG, (TB) – Polemik HGU PT HIM yang digugat oleh masyarakat 5 (lima) keturunan Bandardewa Tulangbawang Barat, Provinsi Lampung hingga ke PTUN Bandarlampung akhirnya menggugah rasa kemanusiaan DPR RI. Melalui Anggota Komisi II DPR RI Endro S Yahman, menginformasikan bahwa pengukuran ulang HGU Komisi II DPR RI telah mengagendakan pada Senin 6 Desember mendatang melakukan kunjungan spesifik ke Lampung.

“Rencana 6 Desember Panja pengukuran ulang HGU Komisi II DPR RI akan kunjungan spesifik ke Lampung untuk memanggil Swasta dan Pemda serta Kapolda,” ujar Endro S Yahman, kepada awak media ini melalui pesan WhatsApp. Rabu (1/12).

Meski begitu, Endro belum mengetahui apakah PT HIM akan turut dipanggil atau tidak lantaran kasus HGU No 16 sudah masuk ke ranah hukum.

“Saya belum tahu apakah PT HIM masuk dalam undangan, karena pertimbangan sudah masuk ranah pengadilan, biasanya tidak etis, karena bisa dianggap intervensi,” pungkas politisi PDIP asal Lampung yang dikenal getol memperjuangkan hak atas tanah konstituen di dapilnya.

Seperti diketahui, masyarakat 5 keturunan Bandardewa melalui kuasa ahli waris Ir Achmad Sobrie mengatakan bahwa pihaknya melakukan upaya hukum di PTUN Bandarlampung setelah selama 40 tahun berjuang melawan mafia tanah yang merampas tanah Ulayat masyarakat 5 keturunan Bandardewa seluas 1.470 hektar di Pal 133-139 Tulangbawang Barat. Tanpa meminta izin kepada ahli waris, PT HIM kedapatan menanam karet sepihak di lahan 5 keturunan Bandardewa ini.

Sidang gugatan masyarakat 5 keturunan Bandardewa terhadap HGU No 16 atas nama PT HIM di PTUN Bandarlampung perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL tersebut telah memasuki pemeriksaan saksi ahli penggugat (5 keturunan Bandardewa) dan tergugat II intervensi (PT HIM) masing-masing satu orang. Sidang akan dilanjutkan besok Kamis (2/12), dengan agenda mendengarkan kesimpulan para pihak. ( Dr )




Sidang Gugatan HGU PT HIM, Candra Perbawati: Tanah Adat Tidak Kadaluwarsa

BANDAR LAMPUNG, (TB) – Sidang lanjutan perkara No:39/Pdt.G/2021/PTUN. BL, kembali digelar PTUN Bandarlampung, Senin (29/11). Agenda sidang mendengar keterangan saksi ahli penggugat (5 Keturunan Bandardewa) dan tergugat II intervensi (PT HIM), masing-masing satu orang.

Penggugat menghadirkan Saksi ahli dari Universitas Lampung, yakni Dosen Fakultas Hukum dengan keahlian Tata Negara sekaligus satu-satunya akademisi yang sukses meneliti serta memecahkan persoalan menahun yang menerpa tanah adat Mesuji pada 2010 hingga 2018, DR. Candra Perbawati, SH MH. Permasalahan tanah yang dihadapi oleh masyarakat 5 keturunan Bandardewa mirip dengan tempat penelitiannya di Mesuji.

“Hasil penelitian saya tentang hak ulayat Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mesuji dari tahun 2010 sampai 2018 menemukan bahwa hak atas tanah ulayat MHA Mesuji selama ini terabaikan. Hal ini dikarenakan adanya HGU yang diterbitkan dari pemerintah tanpa melibatkan  MHA Mesuji. Terabaikannya hak atas tanah adat atau hak ulayat masyarakat hukum adat Mesuji juga disebabkan hukum yang mengatur tentang kehutanan UU No 5 tahun 1967 pada saat itu yang menjadi dasar adanya pemberian HGU oleh pemerintah bersifat refresif.

Dengan adanya putusan MK No.35/PUU-X/2012, yaitu pengujian atas UU no 41 tentang kehutanan maka MK memutuskan bahwa Tanah negara berbeda dengan tanah adat. Tanah adat adalah milik masyarakat hukum adat dengan adanya putusan MK tersebut, pemerintah seharus memberikan perlindungan terhadap tanah adat atau tanah ulayat MHA. Dalam hal ini termasuk Tanah ulayat MHA Mesuji.

Menurut dia, penerbitan HGU di atas tanah adat/Ulayat harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dengan melibatkan masyarakat  hk adat, sebab tanah Ulayat bukan tanah negara.

Jika ditemukan fakta adanya bukti-bukti yang mendukung keberadaan tanah adat/Ulayat, maka negara perlu memberikan perlindungan.pengakuan dan penghormatan hak ulayat MHA sebagai bukti adanya tanggungjawab negara.

“Apabila sudah ada bukti-bukti terkait tanah adat/Ulayat, negara perlu memberikan perlindungan, penghormatan dan pengakuan eksistensi MHA beserta hak atas tanah ulayatnya,” tutur Candra.

Dilain pihak, Saksi ahli yang dihadirkan oleh tergugat II Intervensi, FX Sumarja SH MH juga Dosen Universitas Lampung dengan konsen hukum agraria. Mengatakan bahwa tanah marga di Lampung sudah dihapuskan sejak dikeluarkannya Keppres tahun 1952 serta diperkuat dengan peraturan daerah setempat.

“Tanah marga di Lampung sudah dihapuskan sejak di keluarkan Keppres pada tahun 1952 diperkuat oleh Pergub Tahun 1974 dan Tahun 1977,” kata Sumarja.

Namun ketika dikejar oleh penggugat melalui pertanyaan yang mengilustrasikan bantuan hibah rutin hingga sekarang dari pemerintah mengucur kepada masyarakat adat untuk pembangunan gapura contohnya, maupun sarana pemeliharaan tanah adat lainnya, apakah hal tersebut sebagai bentuk pengakuan terhadap eksistensi tanah marga/Ulayat?. Sumarja menjawab, “tidak tahu”.

Begitu pula saat dirinya mengaku sebagai penggagas atas lahirnya Perda pada tahun 2013 yang mengatur tentang tanah adat di Provinsi Lampung yang intinya peniadaan atas tanah adat dimaksud, agar tidak lagi dimiliki oleh masyarakat adat di Lampung. Seketika jawaban tersebut dicecar oleh majelis hakim dengan pertanyaan, sudah berjalan efektif kah Perda dimaksud?.
Sumarja menjawab, tidak efektif lantaran Perda godokannya itu ditentang oleh masyarakat adat se- Provinsi Lampung, salah satunya dari kerajaan Skala Brak.

“Tidak efektif yang mulia karena ditentang oleh pihak kerajaan Skala Brak,” jawab pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 22 Juni 1965 ini singkat.

Seperti diketahui, karena ada dua tim pemeriksa yang akan mutasi, maka sidang akan dipercepat. Sidang akan dilanjutkan pada tanggal 2 Desember mendatang dengan agenda mendengarkan kesimpulan para pihak.

Terpisah, Kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi memberikan keterangan persnya melalui pesan WhatsApp menanggapi perkembangan terakhir persidangan perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL, hari ini.

Berdasarkan historis, tulis Sobrie, pada tahun 1967-1969 tanah-tanah Marga di Kecamatan Tulangbawang Tengah yang diserahkan ke Pemerintah untuk dijadikan UPT Transmigrasi Way Abung seluas 33.000 Hektar yang sekarang sudah menjadi Kabupaten Tulangbawang Barat.

“Satu-satunya tanah Ulayat yang tidak diserahkan oleh Penyimbang-Penyimbang Adat adalah tanah seluas 1.470 Ha di KM 133-139 karena letaknya menyatu dengan Kampung Bandar Dewa, dikelola sebagai tempat usaha tani Masyarakat Bandardewa.
Dengan Keputusan Gubernur Lampung G/075/B.II/ HK/ 81 tanggal 27 April 1981 tentang Pencadangan Tanah kepada PT HIM di Tulang Bawang Tengah dan Menggala Lampung Utara termasuk tanah 5 Keturunan Bandardewa yang pembebasan lahannya dilakukan secara sewenang-wenang tanpa melalui proses ganti rugi kepada Ahli Waris 5 Keturunan Bandardewa,” paparnya.

Sobrie melanjutkan, Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 terakhir dengan UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dikaitkan dengan Permen Agraria/ Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 kewenangan mengatur tanah dan hak Ulayat itu pada Pemerintah Kabupaten/Kota, Komnas HAM secara resmi melalui surat tanggal 7 Agustus 2012 No. 048/ R/ Mediasi/ VIII/ 2012 kepada Bupati Tulangbawang Barat Untuk menindaklanjuti hasil rapat tanggal 16 Juli 2012 di Komnas HAM Jakarta sebagai berikut :

Pertama, Pemkab untuk membentuk Tim beranggotakan Instansi terkait, LSM, Pakar dan Akademisi untuk mengkaji status lahan sengketa yang dikuasai PT HIM.

Kedua, Pemkab Tulang Bawang Barat untuk menyiapkan Perda tentang Tanah Ulayat. Meskipun telah diarahkan oleh Komnas HAM dan disimpulkan bersama dalam rapat, Perda tersebut tidak juga disiapkan, justeru malah Bupati merekomendasikan perpanjangan Hak Guna Usaha PT HIM yang masa berlakunya baru akan habis tahun 2019.

Ketiga, Padahal sebetulnya bukti-bukti dokumen dan fakta-fakta fisik di lapangan untuk mengakui/melegitimasi lahan sengketa tersebut merupakan tanah Ulayat semuanya ada dan tersedia antara lain :
1. Soerat Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Kampoeng Bandardewa No. 79/ Kampoeng/1922 terdaftar di Pesirah Marga Tegamoan tanggal 27 April 1936 (surat otentik/ asli ada pada kami),
2. Stempel Surat Kepala Kampoeng Bandardewa.
3. Soerat Aanslaag, Bukti Pembajaran Padjak, tahun 1930.
4. Batas fisik tanah di lapangan dari KM 133 sampai 139 menyatu dengan kampung Bandardewa seluas 1.470 Hektar.
5. Tanah tersebut dikelola secara terus-menerus untuk peladangan, kebun, perikanan, pengembalaan kerbau dan pemanfaatan hasil hutan oleh Masyarakat 5 Keturunan.

Terakhir, Pada hakekatnya tujuan otonomi daerah dan adanya Pemekaran Daerah untuk melindungi hak-hak Masyarakat, mengakomodir kearifan lokal untuk mensejahterakan rakyatnya.

“Tetapi faktanya, adanya dibentuk pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat justeru menimbulkan masalah baru yang sangat berpotensi memicu konflik pertanahan antara Masyarakat dengan pihak Perusahaan (PT HIM),” tutup Achmad Sobrie, mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah.

( Dr )




Saksi Fakta PT HIM Untungkan Penggugat

BANDAR LAMPUNG, (TB) – Setelah Rabu (24/11) PTUN Bandarlampung menggelar sidang kasus perpanjangan HGU Sertipikat Nomor 16 atas nama PT HIM dengan agenda pemeriksaan saksi fakta Penggugat, pada hari ini Kamis (25/11). Sidang dilanjutkan dengan agenda Pemeriksaan saksi fakta dari Pihak Tergugat II Intervensi.

Bertindak selaku majelis hakim yakni Yarwan SH MH (Ketua) dengan didampingi oleh Andhy Matuaraja SH MH (Anggota) dan Hj Suaida Ibrahim SH MH (Anggota) serta Panitera pengganti Ida Meriati SH MH.

Sidang dimulai pukul 14.30. Hakim lalu memeriksa identitas para saksi fakta yang diajukan Pihak Tergugat II Intervensi. Adapun saksi yang diajukan berjumlah 3 (tiga) orang masing-masing adalah Sayuti selaku mantan karyawan PT HIM, Zul Iskandar mantan karyawan PT HIM dan saksi ketiga, Supardi juga mantan karyawan PT HIM.
Melihat latar belakang dari pekerjaan saksi, Kuasa Hukum Penggugat menilai bahwa saksi yang diajukan Tergugat pernah memiliki “hubungan langsung” secara hierarki terhadap Tergugat sehingga Kuasa Hukum Penggugat kemudian mengajukan keberatan agar saksi Tergugat tidak disumpah.

Namun, hakim memiliki pertimbangannya dan memberikan kesempatan kepada kuasa hukum penggugat untuk membatalkan keberatan yang diajukan.
Setelah menerima penjelasan tentang konsekuensi kehilangan hak bertanya jika majelis hakim tetap melanjutkan persidangan, Tim Kuasa Hukum Penggugat akhirnya memilih menerima kesempatan tersebut.
Proses persidangan kemudian dilanjutkan dan ketiga saksi disumpah.

Proses pemeriksaan saksi berjalan lancar, dan terdapat beberapa fakta menarik pada persidangan kali ini yang berhasil digali oleh Tim kuasa hukum penggugat. Diantaranya pernyataan saksi Sayuti, bahwa acuan dari verifikasi hak alas lahan yang dibeli PT HIM dari masyarakat pada objek perkara hanya berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai oleh masyarakat penjual. Kemudian, Pembayaran dilakukan selama beberapa tahap kepada lima orang yang mewakili para penerima pembayaran ganti rugi tanah.

Mendengar pernyataan saksi Sayuti ini, hakim ketua kemudian mempertegas dengan mengulang pertanyaan yang sama kepada saksi. Kepada majelis, Sayuti kembali mengulangi jawabannya dengan jawaban yang juga sama seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

Saksi sayuti juga menjelaskan bahwa sepengetahuannya masyarakat 5 keturunan Bandardewa belum sepeserpun menerima ganti kerugian oleh PT HIM sejak tahun 1982

Sidang berakhir pukul 17.00 WIB dan akan dilanjutkan Senin (29/11) pekan depan tanggal dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Penggugat dan Tergugat II Intervensi, masing-masing 1 orang.

Sementara itu, dari tempat berbeda, kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi memberikan keterangan menanggapi fakta persidangan lanjutan Perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL, Kamis (25/11) kemarin.

Disampaikan Sobrie, Ketika proses pembebasan lahan pada tahun 1982, Ahli waris 5 keturunan yang diwakili Rasid Ridho Hamid telah menjelaskan dan memperlihatkan Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat No. 79 tahun 1922 tanah Ulayat seluas 1.470 hektar Pal 133-139 kepada direktur PT HIM namun tidak ada tanggapan.

“Kemudian, diperingatkan kembali secara resmi dgn surat tidak 14 Februari 1983 No.01/PL/II/1983 juga tidak ada tanggapan sebagaimana mestinya,” jelasnya melalui pesan WhatsApp, Jumat (26/11).

Proses pembebasan dan pemberian uang ganti rugi lahan, lanjut dia, terus dilakukan dengan penuh rekayasa bahkan dilakukan oleh Tim pada saat tengah malam.

“Data penerima ganti rugi yang ada di peta Rincikan PT HIM pun tidak ada satupun nama-nama Ahli waris 5 keturunan. Dan ini pun telah dipertegas secara tertulis oleh Kepala Kampung Bandardewa ketika itu, bahwa pembayaran ganti rugi bukan kepada 5 keturunan yang berhak,” rinci mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah itu.

Lebih dalam Sobrie menandaskan, bahwa dengan penjelasan saksi tergugat II intervensi, semakin menegaskan bahwa PT HIM telah mencaplok dan menguasai lahan tersebut secara sewenang-wenang sebelum HGU PT HIM diterbitkan, bahkan tetap ingin terus mempertahankan dengan melakukan perpanjangan hak yang diduga melibatkan (mendapatkan rekomendasi, pada tahun 2010) dari oknum aparat pejabat Pemkab Tulangbawang Barat.

( Dr )




Saksi: Terdapat Pengubahan Luas Lahan di Areal HGU Sertipikat No 16 Setelah di PTUN-kan

BANDAR LAMPUNG, (TB) – Dalam sidang lanjutan Perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL tentang gugatan keluarga 5 (lima) keturunan Bandardewa terhadap HGU PT HIM pada hari Rabu (24/11), agenda sidang penyerahan tambahan bukti para pihak dan saksi penggugat. Penggugat menghadirkan dua saksi fakta.

Sidang dibuka dan terbuka untuk umum pukul 14.00 WIB di ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandarlampung dengan menerapkan protokol kesehatan. Hadir Kuasa Hukum Penggugat (5 keturunan Bandardewa) dan Kuasa Hukum Tergugat I (ATR/BPN RI), tergugat II (BPN Tubaba) serta tergugat II intervensi (PT HIM) dengan Majelis Hakim, Yarwan SH MH (Ketua)., dengan didampingi oleh Andhy Matuaraja SH MH (Anggota) dan Hj Suaida Ibrahim SH MH (Anggota) serta Panitera pengganti Ida Meriati SH MH.

Sesuai agenda sidang, para saksi diambil sumpah oleh Ketua Majelis Hakim, selanjutnya secara terpisah saksi dimintakan kesaksian dan keterangannya.

Saksi menyampaikan fakta-fakta yang diketahui. Saksi pertama yakni Alexander Lukman seorang surveyor pemetaan ukur tanah mandiri, bersaksi tentang lokasi tanah. Menurut Alexander, Jasanya pernah digunakan oleh para pemilik tanah, dari masyarakat umum, perusahaan swasta, hingga BPN Tulangbawang Barat Sendiri.

Alexander Lukman juga pernah bekerjasama dengan BPN Liwa dan BPN Waykanan medio 2014 sampai 2019 akhir.

Terungkap dipersidangan, Pada tanggal 28 September 2021 Alexander diminta Penggugat Rulaini untuk memetakan lokasi HGU No 16. Dengan menggunakan Android, GPS dan aplikasi ATR BPN serta peralatan lainnya Alexander berhasil menemukan titik koordinat HGU No 16 dengan luasan lahan seluas 200 hektar. Namun pada saat diukur ulang pada tanggal 14 Oktober 2021 terjadi perbedaan luasan pada HGU No 16 menjadi 1000 hektar, titik koordinat tumpang tindih. Alex juga memastikan Peta terbaru yang dilihatnya dipersidangan menampilkan luasan dan letak berbeda dari hasil pemeriksaannya dilapangan. Seperti diketahui didalam HGU No 16 Tahun 1994 yang disengketakan tercatat lahan seluas 1.470 hektar berada di area Tiyuh (Desa) Bandardewa, Ujung Gunung Ilir, Panaragan dan Menggalamas.

Sementara saksi yang kedua Amirwan Tamri alias Iwan TB memberikan sepengetahuannya tentang awal mula sengketa.

Iwan bersaksi, bahwa ketika sering mendampingi Almarhum Rasid Ridho kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa pada 1999. Dikisahkan Iwan, Seseorang bernama Pongky Pamungkas Direksi PT HIM telah menyebutnya sebagai anak sejak awal kenal, mengundang dirinya ke Jakarta. Dalam pertemuan, Pongky meminta Iwan untuk bersedia menerima uang sebesar 40 juta rupiah per bulan, sebagai dana jasa pengamanan lapangan karena perusahaan ingin aman dari 5 keturunan Bandardewa. Karena sudah disebut anak Iwan akhirnya tidak kuasa untuk menolak. Dan tanpa sepengetahuan masyarakat lima keturunan Bandardewa uang jasa keamanan tersebut diterima Iwan hingga selama 5 tahun.

Iwan juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mendengar ada pihak lain yang mengaku sebagai 5 keturunan Bandardewa selain para penggugat sekarang ini.

Pada kesempatan yang sama pasca sidang, ketua Tim kuasa hukum penggugat Joni Widodo SH MH menyatakan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh saksi fakta hari ini telah memperkuat dalil-dalil dan posisi lima keturunan Bandardewa. “Kami yakin majelis hakim mempertimbangkan hal-hal krusial pada sidang hari ini,” ujar Joni Widodo Rabu (24/11).

Sementara itu, Kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi yang kini tengah beristirahat pasca opname di rumah sakit, melalui pesan elektronik Kamis (25/11), menyampaikan tanggapannya terhadap fakta persidangan Perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL (24/11).

Menurut Sobrie, Sertipikat HGU No 16 Tahun 1994 yang telah diperpanjang haknya luas tanah 5 Keturunan Bandardewa yang tercatat didalamnya hanya 206 Hektar, harusnya dijadikan pedoman utama dalam perkara ini baik dalam konteks luasannya maupun proses prosedur penerbitan dan perpanjangan haknya.

“Dengan adanya temuan baru (novum) Luasan HGU dalam sertipikat No 16 Tahun 1994 sudah dirubah menjadi 1000 hektar dilapangan, setelah perkara ini didaftarkan tanggal 23 Agustus 2021 mengindikasikan bahwa luas HGU beserta dokumen-dokumennya memang bermasalah,” kata dia.

Sobrie kembali mengingatkan, bahwa Komisi II DPR RI pada tahun 2008 telah merekomendasikan kepada BPN pusat untuk mengembalikan batas bidang tanah HGU dilapangan dengan ukur ulang, tapi dijegal oleh PT HIM berkolaborasi dengan oknum aparat pejabat BPN, Pemkab Tulangbawang. Lalu langsung diproses perpanjangan haknya saat transisi Pemekaran Daerah Kabupaten Tulangbawang, pada tahun 2008-2009 tapi baru diterbitkan 5 tahun kemudian secara rahasia ketika sengketa ini sedang dimediasi Komnas HAM dengan terbitnya keputusan Kepala BPN No.35/HGU/BPN RI/2013 pada tanggal 14 Mei 2013.

“Semakin jelas, dengan bukti-bukti fakta persidangan termasuk adanya temuan baru (novum) di persidangan, kasus ini memang dipelihara Mafia Tanah di BPN, sesuai dengan amanah bapak Ir. Joko Widodo Presiden RI dan Instruksi Kapolri, kasus pencaplokan tanah Ulayat 5 keturunan Bandardewa Tulangbawang Barat tahun yang telah dikuasai 40 tahun oleh PT HIM akan segera kami laporkan kepada pihak yang berwenang agar dibongkar sampai tuntas dan diproses secara hukum,” tegasnya.

Ditambahkan Sobrie, Dugaan sarat dengan tindak pidana tersebut telah merampas hak-hak asasi masyarakat 5 keturunan Bandardewa, potensi penggelapan pajak yang merugikan potensi penerimaan negara akibat rekayasa luas HGU tidak sesuai dengan yang sebenarnya juga bisa terungkap semuanya.

“Kami berharap melalui upaya hukum atas sengketa tanah 40 tahun ini akan dapat segera selesai, hukum ditegakkan dan keadilan sejati di negara ini benar-benar diwujudkan secara nyata,” tandas mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah itu. ( Dr )




PTUN Bandar Lampung Gelar Sidang Dilokasi Lahan Sengketa HGU PT HIM

TULANG BAWANG BARAT, (TB) – Dengan menerapkan protokol kesehatan, PTUN Bandarlampung menggelar sidang di tempat/lokasi (Descente) terkait gugatan masyarakat 5 (lima) keturunan Bandardewa atas perpanjangan HGU PT HIM.

Sekira pukul 09.30 WIB, Hakim Ketua Yarwan SH MH yang didampingi dua hakim anggota memimpin Sidang di lokasi lahan sengketa di Tulangbawang Barat, Lampung pada Senin (15/11).

Selama proses persidangan majelis hakim fokus memeriksa lokasi yang masuk dalam materi gugatan. Hadir lengkap para pihak yang bersengketa serta kuasa hukum Penggugat (5 keturunan Bandardewa), Tergugat I (BPN RI), Tergugat II (BPN Tubaba) dan Tergugat II Intervensi (PT HIM). Namun tidak tampak satu pun aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten hingga kepala Tiyuh (Desa) setempat.

Terpantau di lokasi, Sidang dikuti dengan seksama oleh ratusan masyarakat, dikawal sekitar 60 petugas Polisi. Meski melibatkan massa, sidang tetap berjalan aman.

Diakhir Sidang, Ketua majelis hakim mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan aparat kepolisian yang telah berhasil menjaga kondusifitas keamanan selama jalannya persidangan.

“Terimakasih kepada semua pihak dan aparat kepolisian atas terjaganya situasi keamanan yang kondusif selama proses persidangan hari ini,” kata Yarwan SH MH.

Sidang perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL itu akan dilanjutkan pada hari Senin (22/11), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.

Usai Sidang, ketua Tim Kuasa Hukum Ahli Waris 5 Keturunan berkenan memberikan keterangan persnya. Dalam keterangannya, Joni Widodo SH MH menyampaikan bahwa pada Sidang Pemeriksaan Setempat tersebut, penggugat telah berhasil menunjukkan objek sengketa yang merupakan bagian dari HGU No 16.

Pada intinya, rinci Joni Widodo, hasil Sidang Setempat tadi berjalan sesuai dengan dalil Penggugat, yang mengatakan bahwa HGU No 16 PT HIM berada di Tiyuh Ujung Gunung Ilir, Panaragan, Menggala Mas, Bandardewa. Sedangkan apa yang telah Tergugat Intervensi II (PT HIM) dan Tergugat II (BPN Tubaba) yang mengatakan bahwa obyek yang digugat oleh Para Penggugat sebenarnya HGU No 27. Akan tetapi, mereka lupa bahwa HGU No 27 berada di Tiyuh Penumangan, Panaragan Jaya, Ujung Gunung Udik, yang telah terungkap dalam sidang Pemeriksaan Setempat tadi. Terungkap fakta bahwa HGU No 16 berada  sesuai dengan Tiyuh-Tiyuh yang ada di HGU No 16.
“Jadi klaim Tergugat Intervensi dan Tergugat II yang mengatakan bahwa obyek yang para Penggugat gugat seharusnya HGU No 27 adalah tidak benar,” papar Joni Widodo.

“Insya Allah, pada sidang lanjutan hari Senin (22/11) para penggugat akan menghadirkan 3 – 5 saksi fakta yang akan memperkuat dalil gugatan,” sambung dia.

Joni Widodo optimis pihaknya akan memenangkan gugatan.

“Kami berkeyakinan para penggugat dapat memenangkan gugatan ini,” kata Joni Widodo.

Untuk itu, dirinya mohon doa dari masyarakat dan seluruh komponen ahli waris lima Keturunan Bandardewa agar tetap menjaga kondusifitas seperti selama ini. “Demi kesuksesan bersama,” pungkas Joni Widodo.

Terpisah, salah satu ahli waris lima keturunan Bandardewa Arieyanto Wertha SH MH mewakili kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi yang kini tengah terbaring di Rumah Sakit menyampaikan tanggapannya terhadap kinerja kuasa hukum tergugat I, tergugat II dan tergugat II Intervensi dalam mengikuti persidangan ditempat PTUN Bandarlampung, menurut dia terkesan berusaha mengalihkan alamat objek perkara namun kesulitan mengikuti sejarah dan perkembangannya.

“Tak ubahnya seperti vocal group asal bunyi. Mereka berkeyakinan suara mereka merdu, padahal bagi orang yang mengerti musik, justru suara mereka fals,” kata Arieyanto melalui pesan elektronik, Selasa (16/11).

Sebagai ilustrasi lanjutnya, bagaimana bisa terjadinya objek HGU di satu hamparan bisa terdapat tiga Nomor HGU, begitu pula pada hamparan lainnya juga terdapat tiga HGU dengan nomor yang sama.

“Untuk diketahui bahwa selama dalam mediasi yang dilakukan berbagai instansi yang kompeten, termasuk di dalamnya komisi II DPR RI dan Komnas Ham ketika itu, yang ada hanya HGU Nomor 16,” ungkapnya.

Setelah dalam kurun waktu 40 tahun, lanjut Arieyanto, kami mengajak PT. HIM untuk menyelesaikan sengketa ini dengan cara musyawarah mufakat, selalu dan selalu kami dipaksakan untuk menempuh jalur hukum. Dengan amat terpaksa jalur hukum harus kami tempuh melalui PTUN Bandarlampung.

Pada saat pembuktian, sambung dia, bak petir disiang bolong, tiba-tiba BPN memunculkan HGU Nomor 27 yang katanya, HGU dimaksud letaknya di KM 133 s/d KM 139. Padahal, jelas-jelas di dalam HGU Nomor 27 disebutkan secara jelas dan meyakinkan obyeknya terletak di Desa Penumangan, Panaragan Jaya dan Ujung Gunung Udik. Sementara HGU Nomor 16 nyata dan pasti obyeknya terletak di desa Ujung Gunung Ilir, Panaragan, Menggala Mas dan Bandardewa.

“Kemudian pada saat Majelis Hakim dan para pihak melakukan peninjauan lapangan, lagi-lagi kami dikagetkan dan harus menahan diri. Bagaimana tidak, BPN kembali membuka peta dan mengatakan bahwa tanah yang digugat oleh lima keturunan KM 133 s/d 139 juga ada di HGU Nomor 81,” tutup Arieyanto yang juga Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Lampung.

( Dr )