BANDAR LAMPUNG, (TB) – PT Huma Indah Mekar (HIM) diduga kuat melanggar Izin Usaha Perkebunan di atas tanah rampasan. Hal tersebut diungkapkan oleh penerima kuasa dari ahli waris lima (5) Keturunan Bandar Dewa Achmad Sobrie, berdasarkan bukti-bukti yang ada padanya terkait penguasaan sepihak PT HIM atas tanah adat lima keturunan Bandar Dewa selama kurun waktu 40-an tahun terakhir ini.
Kepada media ini, Sobrie menyampaikan bahwa pada tahun 2008 pernah direncanakan pengukuran ulang lahan tanah PT. HIM oleh BPN namun hal tersebut tidak terlaksana.
Lantas, menurutnya, pada tahun 2009 kembali adanya rencana pengukuran lahan tersebut, namun kembali tidak terlaksana dengan alasan dana yang akan digunakan kurang.
“Diduga kuat PT.HIM bekerja sama dengan pihak oknum BPN telah melakukan upaya pelanggaran izin usaha perkebunan di lahan sah milik 5 keturunan,” kata Sobrie, Minggu (12/9/2021).
Sobrie memaparkan, beberapa rekomendasi instansi pemerintah/Lembaga Negara antara lain Komisi II DPR, Komnas HAM kepada Presiden, Tim terpadu Pemprov Lampung tidak juga ditindaklanjuti BPN, Bupati Tubaba dan PT HIM.
“Komisi II DPR RI telah merekomendasikan agar HGU PT HIM diukur ulang di lapangan dengan dana yang telah diprogramkan dalam APBD kabupaten Tulangbawang TA 2008 sejumlah Rp 268 jt lebih dan diprogramkan kembali dalam TA 2009 namun tidak dilaksanakan oleh oknum-oknum aparat BPN atas konspirasi dengan PT HIM, diduga arealnya melebihi 11.000 Ha, padahal HGU cuma ijinkan 4.500 Ha,” rinci dia.
Bahkan, tambah Sobrie, HGU No. 16/HGU/1989 tanggal 30 November 1983 yang proses penerbitannya dilakukan secara sewenang-wenang, tanpa ganti rugi kepada ahli waris lima keturunan yang sedang dalam proses mediasi Komnas HAM, telah diperpanjang kembali secara rahasia (tanpa memperhatikan kesepakatan hasil rapat tanggal 23 April 2013 di Kantor Bupati Tulang Bawang Barat), dengan terbitnya Keputusan Kepala BPN RI tanggal 14 Mei 2013 No. 35/HGU/BPN RI/2013 dengan masa berlaku sampai tanggal 31 Desember 2044.
“Somasi telah dilakukan secara resmi pada PT HIM sebelum HGU Nomor 16 tahun 1989 diterbitkan, dengan surat tanggal 14 Februari 1983 No.01/PL/II/1983, namun tidak direspon sebagaimana mestinya,” tuturnya.
Lebih jauh Sobrie menjelaskan, sikap dan tanggapan yang resmi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan kasus ini yang akan dijadikan bahan masukan bagi 5 Keturunan bandar dewa untuk disampaikan kepada Menteri ATR/BPN RI kala itu.
“Harusnya agar mendapatkan informasi yang utuh pihak Kanwil BPN sebelum menanggapi masalah ini, terlebih dahulu meminta penjelasan dari 5 Keturunan bandar dewa, bukan justeru menghindar atau tidak bersedia untuk ditemui,” terangnya.
Demikian pula halnya, ungkap Sobrie, pihak PT HIM seharusnya diminta tanggung jawabnya atas klausus yang telah dituangkan dalam HGU. No 16/1989, apa bila tidak ditunaikan kewajibannya maka HGU tersebut dengan sendirinya Batal Demi Hukum.
“Hal itu sesuai dengan bunyi dictum kedelapan SK No 16/HGU/1989, tentang pemberian HGU an PT HIM yang dikeluarkan kepala BPN tanggal 30 November 1989,” pungkas Achmad Sobrie.
Diberitakan sebelumnya, sejak tahun 1983 sampai sekarang keluarga besar lima keturunan Bandar Dewa terus berjuang demi mengembalikan seluruh kepemilikan tanah seluas 1.470 Ha di Pal 133-139 Omboelan Bawang Berak kepada keluarga lima keturunan Bandar Dewa sesuai dengan Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Nomor : 79/ Kampoeng/ 1922 yang di daftarkan ke Pesirah Marga Tegamoan dan diperkuat dengan Penetapan Pengadilan Agama Kota Metro Nomor: 0163/ Pdt. P/ 2020 PA. Mt Tanggal 04 Januari 2021 hingga Nomor: 002/ Pdt. P/ 2021/ PA. Mt Tanggal 05 Februari 2021.
Sidang atas permasalahan ini telah berlangsung pada hari Rabu, 8 September 2021 di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Kota Bandar Lampung.
Sidang perdana tuntutan keluarga lima keturunan Bandar Dewa tentang pembatalan perpanjangan HGU PT HIM berjalan dengan lancar dan tidak banyak respon korektif dari hakim.
Adapun agenda sidang pertama yang berlangsung diruang sidang utama Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandarlampung adalah perbaikan gugatan. Dengan tergugat pertama yaitu Kepala Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI), sedangkan tergugat kedua Kepala kantor Pertanahan Kabupaten Tulangbawang Barat.
Dalam sidang ini dengan agenda pengumpulan berkas dari kedua belah pihak penggugat dan tergugat.
Kuasa hukum dari PT. HIM terpaksa diusir keluar dari ruang sidang oleh majelis hakim karena belum memiliki surat kuasa penuh atas kasus yang tengah menjadi polemik. Ketua tim kuasa hukum beralasan bahwa kuasa yang dikirim secara elektronik belum sampai padanya.
“Sudah ditandatangani tinggal di scan tapi karena belum kami terima jadi kami belum sebagai pihak (dalam perkara),” ujar Gunsu Nurmansyah, SH. MH ketua tim kuasa hukum dari kantor hukum Wim Badri Zaki & Patners.
Sementara kuasa hukum dari pihak BPN bergegas pergi usai sidang, enggan diwawancarai awak media. ( dr )