Ucok Sky Khadafi Dorong KPK Usut Toilet Mewah Di Kota Batam

JAKARTA, (TB) – Kasus toilet mewah bukan hanya terjadi di Kabupaten Bekasi. Toilet mewah, ternyata sudah menyebar di Kota Batam. Kota Batam tidak mau ketinggalan, sepertinya semangat mengcopy Toilet mewah dari Kabupaten Bekasi.

Waktu kasus Toilet mewah di kabupaten Bekasi terbuka ke publik, langsung disidik oleh KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi). Dimana Anggaran Toilet Mewah di kabupaten Bekasi  per unitnya dialokasikan sebesar Rp.196 – 198 Juta.

Tetapi, di Kota Batam harga alokasi Toilet atau Jamban bukan lagi sebesar Rp.196 – 198 juta lagi. Namun sudah sampai ke kisaran sebesar Rp.304 – 554 juta. Harga alokasi Toilet mewah kota Batam lebih tinggi dibandingkan kabupaten Bekasi.

Terkait hal tersebut Direktur CBA (Center For Budget Analisis) Uchok Sky Khadafi meminta KPK untuk turun tangan melakukan penyelidikan dan pemanggilan kepada walikota Batam ke gedung merah Putih, Kuningan Jakarta

Demikian Pembangunan Toilet mewah yang harus diselidiki oleh KPK. Seperti Tahun 2023 Pembangunan toilet (jamban) beserta sanitasinya SMPN 16 Batam sebesar Rp.554.774.772 dikerjakan oleh CV. Mahkota Bintang. Dan ada juga pada tahun 2023 Pembangunan toilet (jamban) beserta sanitasinya SMP BP Tahfidz At Taubah sebesar Rp.291.000.698,22 dikerjakan oleh CV. Diva Jaya Mandiri.

Kemudian Pada Tahun 2023 juga, ada juga Pembangunan toilet (jamban) beserta sanitasinya SMPN 35 Batam sebesar Rp.444.444.444,00 dikerjakan oleh PT. Utomo Bangun Pratama. Dan Pembangunan toilet (jamban) beserta sanitasinya SMPN 10 Batam sebesar Rp.465.002.999 dikerjakan oleh Nakita Bersatu. Serta Pembangunan toilet (jamban) beserta sanitasinya SMPN 42 Batam sebesar Rp.304.857.119,20 dikerjakan oleh PT.Citra Jaya Perkasa. (Red)

 

Penulis: Ucok Sky Khadafi, Direktur CBA (Center For Budget Analisis)




Untuk Makan Siang dan Susu Gratis, Potong Anggaran Polri

JAKARTA, (TB) – Sumber anggaran program makan siang dan susu gratis sampai saat ini masih diperdebatkan. Belum diketahui jumlah anggaran dan asal alokasi diambil darimana. Padahal makan siang gratis adalah program andalan capres Prabowo – Gibran ( Capres Pragib)

Opini yang berkembang bahwa sumber anggaran makan siang dan susu gratis disarankan berasal dari pemotongan subsidi BBM, atau diambil dari Dana BOS, dan ada juga yang menyatakan bisa diambil dari cukai kokok.

Tetapi sampai saat ini, pihak Prabowo -Gibran juga masih bingung mau pilih atau mengambil dari mana anggaran tersebut. Malahan Program makan siang dan susu gratis mau dikelola oleh lembaga setingkat Menteri biar langsung mendapat jatah dari APBN.

Daripada capres Prabowo -Gibran bingung dan pusing tujuh keliling, akan lebih baik, sumber anggaran makan siang gratis diambil atau memotong dari anggaran Polri atau kepolisian saja. Dimana sampai saat ini, anggaran kepolisian sudah sangat besar atau Gemoy, dan pada tahun 2024 sampai Rp.117, 4 Triliun.

Alasan memotong anggaran kepolisian ini karena kinerja Kepolisian dalam menangani banyak kasus – kasus rakyat sangat buruk seperti barang yang “digadaikan”, dan tidak pernah tuntas. Apalagi mekanismenya sangat lambat, bertele – tele dan semau kepolisian saja.

Padahal anggaran sebesar Rp 117 Triliun ini Seharusnya pihak kepolisian bisa lebih gesit dan cepat dalam menyelesaikan kasus – kasus yang masuk ke kepolisian. Seperti Motto mereka “Mengayomi dan Melindungi Masyarakat”.

Malahan, banyak kasus yang ditangani kepolisian, seperti digadaikan tadi, tidak dijalankan. Selalu digantung dan tidak selesai bertahun-tahun sampai publik lupa terhadap kasus tersebut.

Tuh coba lihat di Polda Sumut, dalam kasus dugaan suap PPPK Madina 2023 terbilang sangat lambat dalam menjerat tersangka. Memang sudah ada tersangka, tetapi yang dijerat tersangka masih ikan Teri. Sedangkan ikan kakap sebagai pemegang kebijakan, Pihak kepolisian belum berani menjadikan tersangka.

Kemudian Di Polda Jambi, sudah 6 Tahun kasus penyerobotan Tanah di KM 13 – 16 Desa Sungai Gelam kecamatan Sungai Gelam kabupaten Muaro Jambi, belum selesai atau belum ada tersangka. Padahal Polda Jambi sudah mengeluarkan surat penyelidikan No.Sp.Lidik/126/II/Res.1.2/2019/Ditreskrimum, tertanggal 20 Februari 2019.

Ada Juga di Polda Jawa Barat, dimana CBA (Center for Budget Analisis) sudah Pernah meminta Polda Jabar Selidiki proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Bojonggede-Kemang (Bomang) di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor tahun anggaran 2022 yang dibangun PT Kemang Bangun Persada dan PT Priangan Bangun Nusantara (PBN). Tapi sayang, sampai saat belum ada kabar apa apa. Meskipun Polda Jabar sudah melakukan pengecekan terhadap dua mega proyek senilai masing-masing di atas Rp 44 miliar.

Dari kasus-kasus rakyat yang ditangani kepolisian seperti di atas, sudah selayaknya alokasi anggaran kepolisian harus dipotong demi program makan siang dan susu gratis agar tidak menganggu anggaran dan program lembaga yang lain. Apalagi saat ini, kepolisian terlalu sibuk dengan sektor politik daripada sektor keamanan. (Red)

 

 

Penulis: Uchok Sky Khadafi (Direktur CBA)




Surat Terbuka Kepada Kapolri Pengusaha Sawit Menyerobot Tanah Rakyat Miskin Dibiarkan Polda Jambi

Yang Terhormat Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (LSP), dan Salam Presisi Polisi.

Perlu Bapak Jenderal LSP ketahui bahwa ada Rakyat Yang bernama Bapak Junaidi dan Mustafa Kamal Sekarang sudah jatuh miskin. Aset dirampas orang kaya, Duit sudah tidak punya, dan rumah yang mereka tempati pun kontrak.

Mereka jatuh miskin gara gara tanah sebagai sumber pendapatan dikuasai oleh pengusaha kelapa sawit, berinisial A. Tidak tanggung tanggung, tanah mereka yang dikuasai pengusaha A sekitar 2000 dalam bentuk SKT (surat keterangan Tanah), dan 320 Hektar dalam bentuk SHM (Sertifikat Hak Milik). Dan lokasi tanah yang diserobot itu ada di KM 13 – 16 Desa Sungai Gelam kecamatan Sungai Gelam kabupaten Muaro Jambi.

Kemudian Bapak Junaidi dan Mustafa Kamal sudah melapor kasus penyerobotan tanah ke Polda Jambi, Dan Polda Jambi mengeluarkan surat penyelidikan No.Sp.Lidik/126/II/Res.1.2/2019/Ditreskrimum, tertanggal 20 Februari 2019.

Tetapi Bapak Kapolri Jenderal LSP, Perlu Kami sampaikan bahwa sampai detik ini, Polda Jambi, Jangankan menetapkan tersangka, untuk penyelidikan saja dalam kasus penyerobotan tanah milik orang miskin tersebut, Polda Jambi seperti ogah – ogahan. Tutup Mata dalam kasus penyerobotan tanah ini.

Polda Jambi benar benar tidak profesional dan tidak paham dengan presisi Program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dan kalau sudah begini, benar Juga kata orang tua kita, pisau hukum tajam ke bawah, dan Tumpul ke para pengusaha kelapa Sawit.

Untuk itu, kami Dari CBA (Center For Budget Analisis) meminta Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera memerintahkan Kapolda Jambi, Irjen Pol Drs.Rusdi Hartono untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus Penyerobotan tanah sesuai pasal 385 KUHP, dan berdasarkan Surat penyelidikan No.Sp.Lidik/126/II/Res.1.2/2019/Ditreskrimum, tertanggal 20 Februari 2019

Dan kalau Kapolda Jambi Irjen Pol Drs.Rusdi Hartono belum juga menetapkan tersangka, lebih baik Bapak Kapolri Jenderal
Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda Jambi tersebut.

Ganti yang baru, yang lebih professional, dan yang bisa menjalankan amanah penderitaan rakyat serta bisa menegakan Hukum, bukan melindungi Pengusaha kelapa sawit.

Jakarta, 1 Februari 2023

Uchok Sky Khadafi
Direktur CBA




Skandal Mega Proyek Rp 20 M di Kementerian PUPR: Panggilan untuk Evaluasi dan Tindakan Tegas

JAKARTA, (TB) – Center for Budget Analysis (CBA) Menyampaikan seruan kepada Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja anak buahnya terkait sejumlah Mega proyek di tahun 2024. Proyek-proyek ini diduga memiliki potensi merugikan keuangan negara.

Salah satu Mega proyek yang menjadi sorotan adalah Proyek Pengendalian Banjir dan Sedimen Batang Bangko dan Batang Suliti di Kabupaten Solok Selatan. CBA mencatat sejumlah kejanggalan mulai dari penetapan anggaran hingga tahap penetapan pemenang tender.

Pertama, CBA menyoroti proses penetapan anggaran yang diduga tidak sesuai prosedur yang benar. Angka Pagu dan HPS yang sama persis, yakni Rp 20 miliar, menunjukkan ketidakmatangan dalam penyusunan proyek, berpotensi mengancam keberhasilan pelaksanaan.

Kedua, dalam proses tender, CBA menemukan kejanggalan tawaran harga yang identik dari lima perusahaan peserta. Hal ini mencurigakan adanya upaya kelompok tertentu untuk memonopoli proses tender.

Ketiga, dalam tahap penetapan pemenang tender, CBA menduga adanya manipulasi, dengan indikasi kuat bahwa PT. Graha Bangun Persada akan dimenangkan oleh panitia lelang. Namun, tawaran harga dari PT GBP dinilai jauh di bawah standar yang ditetapkan, berpotensi merugikan kualitas pelaksanaan proyek.

Atas temuan-temuan tersebut, CBA menekankan urgensi evaluasi segera oleh Menteri PUPR dan menuntut sanksi tegas bagi pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan proyek tersebut. Jajang Nurjaman, Koordinator CBA, menegaskan perlunya tindakan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pelaksanaan Mega proyek.

 

Penulis: Jajang Nurjaman
Koordinator CBA




Wartawan Profesional dan Internasional tidak bisa diukur dengan Sertifikasi uji kompetensi

JAKARTA,(TB)-UKW hanya sebatas legalitas dan syarat administratif yang menyatakan wartawan tersebut profesional. Namun bukan berarti wartawan yang sudah bersertifikasi UKW lebih bagus dari wartawan yang belum mendapatkan sertifikasi UKW, tidak ada yang bisa menjamin itu, banyak kasus wartawan yang sudah lulus uji kompetensi Dewan Pers terjerat kasus pelanggaran kode etik jurnalistik.

Dari satu sisi mereka sudah dianggap profesional oleh Dewan Pers karena sudah lulus uji kompetensi tapi disisi yang lain mereka masih mengabaikan etika jurnalistik, ini sangat-sangat tidak etis dilakukan oleh orang-orang yang sudah teruji kompetensinya.

Selama ini banyak pernyataan yang beredar yang menyudutkan teman-teman wartawan yang belum lulus uji kompetensi kewartawanan yang mengatakan bahwa UKW adalah yang membedakan antara wartawan profesional dan abal-abal dan bodrex.

Itu sebuah pernyataan yang tidak jelas referensinya, karena kenyataaan di lapangan ada wartawan yang sudah punya UKW kelakuannya jauh lebih parah dari pada wartawan yang belum punya UKW. Keprofesionalitasan seorang wartawan tidak terletak apakah dia sudah UKW atau belum, akan tetapi semua dikembalikan ke individunya masing-masing,

UKW hanyalah sebuah bentuk pengakuan dalam organisasi profesi, bukan jaminan dimana seseorang akan dinilai profesional karena sudah bersertifikasi oleh lembaga profesi. Setiap wartawan ataupun pewarta yang belum memiliki sertifikasi bukan berarti tidak diperbolehkan melakukan liputan berita. Selama media tempat dia bernaung sudah ada legalitasnya tidak ada larangan bagi pewarta ataupun Wartawan untuk melakukan peliputan.

UKW jangan dijadikan tolak ukur media dan wartawan abal-abal atau bodrex, pernyataan – pernyataan seperti ini banyak beredar di media dan setiap diskusi baik itu diskusi resmi maupun di warung-warung kopi yang dinyatakan oleh pihak-pihak yang merasa dirinya sudah punya legalitas.

Banyak contoh dari itu semua, salah satunya ada juga pewarta atau wartawan yang sudah mengikutinya UKW Tetapi melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Dunia kejurnalisan bahkan dan ada juga Pewarta atau Wartawan yang belum ikut UKW Bisa lebih Profesional di bandingkan yang sudah mengikuti UKW.

Ada juga Pewarta atau Wartawan yang hanya tamatan Sekolah Dasar “SD” bisa Profesional karena memahami kode etik kejurnalisan dan 5W 1 H, ketimbang yang sudah mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas tempat mereka menuntut Ilmu. Jadi semua itu tidak bisa dijadikan Tolak ukur.

Sudah seharusnya lembaga-lembaga kewartawanan dan teman-teman yang sudah punya UKW menunjukkan kiprah dan perannya, bukan malah menuding dan melakukan penghakiman sepihak terhadap profesi wartawan yang belum memiliki UKW.

Kita dan masyarakat tidak bisa menilai dan melihat dengan jelas, akan ada tidaknya perbedaan antara wartawan profesional dengan wartawan tidak profesional, mereka menilai aktual/independensi tidaknya suatu berita yang ditulisnya.

Dan perlu diketahui, Tujuan UKW Menggiring Wartawan Menuju Profesional Bukan Persaingan.

Perlu kita pahami dulu, apa kepanjangan kalimat UKW itu, Nah UKW itukan Uji Kompetensi Wartawan. Sebagai seorang Pewarta atau Wartawan, apakan dia pemula atau senior, tolong pahami jangan asal ngotot berdebat tidak jelas.

Seorang jurnalis itu dituntut profesional, menghayati kode etik jurnalistik. Jadi seorang wartawan itu harus memperlihatkan etika dalam menanggapi suatu persoalan.

Tujuan UKW oleh Dewan Pers Indonesia adalah agar seorang wartawan itu bisa mencapai profesional dalam profesi kinerjanya. Kalau dia wartawan dituntut berwawasan luas, memiliki skil atas profesinya dan memiliki etika lebih dalam.

Memang tidak salah bila ada teman-teman yang berkomentar beragam pendapat, bahkan ada juga seorang senior Dewan Pers dalam sebuah acara pelatihan mengomentari tentang masa depan perusahaan media. “ UKW bukan untuk memajukan perusahan Media”. Dan ada lagi yang berkomentar untuk membasmi wartawan abal-abal, Bodrex dan sebagainya.

Dalam hal ini, kita dibuat bingung, tolong pelajari Undang-undang dan kode etik, juga baca kamus bahasa indonesia tentang arti kalimat “wartawan Abal-abal”. Kami sebagai seorang wartawan hingga hari ini ingin tau apa itu arti kalimat Abal-abal, apa itu kalimat Bodrex yang disandangkan kepada wartawan, karena banyak kamus bahasa yang saya baca tidak ada yang mencantumkan makna dan arti wartawan abal-abal dan wartawan bodrek tersebut.

Kalau boleh saya katakan bahwa kami hari ini sudah diperbudak oleh bahasa istilah yang kita juga tidak paham apa itu arti dan makna dari bahasa tersebut. Seharusnya semua wartawan tidak terkecuali dia jenjang pemula, Madya atau utama, senior atau junior, marilah menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan beretika, nah inilah gunanya UKW.

Selanjutnya, memperhatikan apa yang disampaikan oleh rekan-rekan, semua bisa benar dan semua bisa tidak benar, artinya dalam pelaksanaan UKW perlu menyampaikan materi yang berkaitan langsung dengan profesi wartawan/jurnalis, tidak lagi melakukan penyimpangan materi seperti tentang masa depan perusahaan media, wartawan abal-abal dan bodrek serta istilah lainnya. Karena untuk mencapai tingkat profesional kita harus melalui terlebih dahulu proporsional baru ke profesional.

Ketika masih ada diantara sesama wartawan saling tuding, artinya dengan kalimat tidak jelas dan tidak ber-etika maka, bagaimana bisa menentukan kalau wartawan itu profesional walaupun telah berkali-kali mengikuti pelatihan UKW.

Paling penting bagi seorang wartawan itu adalah mempelajari dan mencerna UU Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik serta 5W 1H.

Disamping itu memiliki wawasan luas, kecerdasan dan kreatif dalam bekerja :
1.) Apa itu wartawan,
2.) Siapa yang menjadi wartawan,
3.) Mengapa harus ada wartawan,
4.) Kapan terbentuk wartawan,
5.) Dimana wartawan itu bertugas,
6.) Bagaimana cara kerja wartawan.
Dan Lain-Lainnya….

Intinya, semua wartawan itu sama. Baik itu Wartawan Media Online, Cetak, Elektronik, Lokal ataupun Nasional dan Internet, baik dia itu sudah memegang sertifikasi UKW atau belum, yang penting untuk menjadi wartawan profesional adalah mampu menjaga UU Pers dan mengedepankan etika dalam mencari pemberitaan atau menghadapi publik.

Terlebih lagi untuk Instansi-instansi juga harus mengetahui terkait masalah tersebut diatas, jadi jangan membedakan Pewarta atau Wartawan yang sudah mengingat UKW ataupun yang belum. Karena Pewarta Atau Wartawan, Selama Media tempat dia bernaung sudah ada legalitasnya, maka tidak ada larangan bagi pewarta atau pun Wartawan untuk mencari informasi dalam melakukan peliputan. (Team RED)




Pengaruh Penggunaan Emoji Semangka Terkait Pembelaan Rakyat Palestina

Oleh: T. Atila Akbar Azhari

Di masa era digital saat ini, ekspresi dukungan terhadap isu-isu politik seringkali disampaikan melalui bahasa simbol dan emoji di platform media sosial. Salah satu tren menarik yang muncul adalah penggunaan emot semangka sebagai simbol solidaritas terkait pembelaan rakyat Palestina. Pembahasan ini akan mengeksplorasi dampak dalam penggunaan emot semangka untuk menyuarakan dukungan, serta bagaimana simbol itu meresap ke dalam kesadaran global.

Semangka juga merupakan bagian dari masakan dan budaya Palestina. Variasi salad semangka biasanya disajikan sebagai meze di seluruh Mediterania (resep Mesir, Yunani, dan Palestina). Selain itu, hidangan populer di Gaza selatan yang disebut fatet ajer adalah semangka mentah, terong, paprika, dan tomat yang dipanggang dan direbus, disajikan di atas roti pita dengan minyak zaitun.

Hal ini menunjukkan bahwa semangka mempunyai ikatan yang erat dengan Palestina sehingga dijadikan sebagai simbol dukungan.

Ternyata simbol semangka itu sudah digunakan bertahun-tahun sebelumnya. Pada 1960-an, buah tersebut jadi simbol protes warga Palestina yang dilarang mengibarkan benderanya oleh Israel.
Tahun 1967 terjadi perang enam hari antara Israel dengan negara tetangga yakni Mesir, Suriah, dan Yordania. Larangan pengibaran bendera dilakukan di perbatasan untuk membatasi nasionalisme Palestina dan Arab.

Saat larangan berlangsung, semangka digunakan saat demonstrasi menentang pendudukan Israel di Tepi Barat dan Gaza. Mereka membawa irisan semangka sebagai pengganti bendera Palestina, dikutip dari Yahoo News, Jumat (3/11/2023).

Israel saat ini tidak melarang bendera Palestina berdasarkan hukum. Namun, para pemimpin terkemuka Israel telah menyatakan penolakannya terhadap pengibaran bendera tersebut selama protes.Mengibarkan bendera diperbolehkan oleh undang-undang, namun mereka yang membahas Palestina sering kali mengandalkan eufemisme dan simbolisme untuk menghindari sensor pengguna.
Tak lama setelah emoji diperkenalkan, emoji tersebut mulai muncul di postingan tentang budaya, olahraga, dan politik Palestina.Orang-orang mulai menggunakan simbol ini dan digunakan secara luas ketika kekerasan kembali terjadi pada tahun 2021. (Red)




Eksistensi Perlindungan Hak Ulayat dalam Hukum Adat

Oleh: Junaidi Ismail

PENGUKUHAN Prof Rudy S.H., LL.M., LL.D menjadi guru besar bidang hukum Universitas Lampung (Unila) di Gedung Serbaguna (GSG) Unila, pada Rabu, 25 Oktober 2023 yang lalu diyakini membawa harapan baru bagi masyarakat hukum adat.

Selama 30 menit, Guru Besar ke-111 Unila dan guru besar ke-8 Fakultas Hukum Unila di usianya yang baru 42 tahun itu memukau ribuan tamu undangan dengan orasi ilmiahnya.

Bukan tanpa alasan, Orasi yang berjudul “Pembangunan Hukum Indonesia di Persimpangan Jalan: Refleksi 4 Abad Pembangunan Hukum di Nusantara” itu ternyata mengupas soal penderitaan masyarakat adat dalam eksistensi kepemilikan tanah ulayat lantaran hukum adat yang dikesampingkan, karena negara lebih mengadopsi sistem hukum barat.

Guru besar termuda di kampus hijau tersebut lugas menjelaskan, jika sistem hukum di Indonesia seperti Kitab Hukum Undang-Undang Pidana serta Kitab Hukum Undang-Undang Perdata merupakan warisan dari era penjajahan Belanda.

Akibatnya Indonesia tidak memiliki sistem hukum sendiri yang merupakan produk sendiri yang dapat mengakomodir hal-hal bersifat adat dan budaya.
Hukum adat yang tidak masuk dalam tata hukum tertulis di Indonesia. Padahal system hukum yang berasal dari luar negeri belum tentu sesuai dengan kondisi sosial dan budaya di Indonesia.

Sejak kemerdekaan juga hukum kita transplantasi. Jadi hukum adat kita menjadi hilang. Terlebih lagi sekarang ini zaman globalisasi begitu mudah mengambil hukum dari barat ke Indonesia, jelasnya.

Pria lulusan SMAN 2 Bandarlampung itu mencontohkan salah satu produk hukum yang mengadopsi hukum barat adalah sistem sertifikat tanah. Kepemilikan tanah hanya diakui oleh negara apabila memiliki sertifikat. Akibatnya banyak tanah ulayat atau tanah adat yang tidak diakui oleh negara. “Coba kita lihat tanah ulayat kita tidak diakui, kita mengadopsi hukum barat dengan sertifikat. Padahal kita punya aturan yang berbeda dan aturan itu tidak boleh hilang,” tegas dia.

Bagi penulis, semangat Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan Unila ini memberikan harapan baru tentang kembali diadopsinya hukum adat di NKRI dalam pengembalian hak Ulayat. Terutama terkait kasus tanah ulayat yang telah sangat merugikan masyarakat adat di negara ini. Tidak terkecuali di Provinsi Lampung.

Publik pasti ingat, Satu yang menyita perhatian selama ini adalah kasus tanah ulayat masyarakat adat 5 (lima) keturunan Bandardewa di Kampung Bandar Dewa, Kecamatan Tulangbawang Tengah, Kabupaten Tulangbawang Barat – Provinsi Lampung. Masyarakat adat yang sudah berjuang selama 40 tahun terakhir melawan PT Huma Indah Mekar (HIM), hingga kini tidak kunjung mendapatkan titik temu. Meski telah menelan korban dari kedua belah pihak. Penyelesaian kasus seperti ini seharusnya menjadi fokus utama semua pihak berwenang yang terkait, juga akademisi.

Akhirnya, kita tentu meyakini bahwa Implementasi yang dapat diwujudkan dari setiap penelitian seorang Guru Besar adalah mampu menjawab persoalan yang ada di lingkungan sekitar, dengan ruang lingkup keilmuan yang dimilikinya.

Selamat kepada Prof Rudy, atas penyematan Guru Besar. Semoga ilmunya bermanfaat bagi umat dan masyarakat hukum adat di NKRI terutama Provinsi Lampung. Aamiin YRA.(*)




Harga Beras Naik dan dibatasi, Beginilah Kelakuan Orang Bulog

JAKARTA, (TB) – Saat ini sedang heboh, beli beras saja harus dibatasi. Tiap hari hanya dijatah 10 Kg perhari. Rakyat sudah seperti Pegawai Negeri, beras saja harus dijatah. Benar-benar rakyat belum merdeka, beli beras harus dibatasi dan mahal.

Muncul Cerita beras dibatasi jadi heboh dan ingat sebuah cerita di Perum Bulog. (Badan Urusan Logistik) dipimpin oleh pensiunan Jenderal Polisi, Budi Waseso.

Begini ceritanya, Pada tahun 2021 ditemukan indikasi penyalahgunaan dana hasil penjualan Program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) untuk CBP (cadangan Beras Pemerintah) di kabupaten Padang Lawas pada kantor cabang Padang Sidempuan.

Penyalahgunaan dana setoran hasil penjualan BPNT di kabupaten Padang Lawas dilakukan oleh kepala Gudang Hutalombang dan juru timbang Gudang Hutalombang.

Beras komersial untuk program BPNT disalurkan kepada agen atau e-Warung, dan anggarannya sudah diterima oleh juru timbang Gudang Hutalombang sebesar Rp. 961 juta, tetapi bukan disetorkan kepada Perum Bulog

Infomasi dari agen atau e-warung, beras yang diperoleh melalui Program BPNT dan sudah melalui proses mixing beras CBP (cadangan Beras Pemerintah) dengan beras premium beras CBP yang digunakan minimal sebanyak 1.400 Kg

Dan pihak agen atau e-warung membelinya ke bulog harganya Rp. 10.500 per Kg sebanyak 1.400 Kg. Dan ternyata penjualan beras CBP ini untuk program BPNT tidak sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang telah ditetapkan kementerian Perdagangan sebesar Rp. 9.950.

Begitulah gaya orang – orang Perum Bulog melakukan penyalahgunaan kekuasaannya. Pertama, menjual CBP dengan harga mahal, dan kedua, uang penjualan beras, tidak masuk ke Perum Bulog.

Penulis: Uchok Sky Khadafi
Direktur CBA (Center For Budget Analisis)




Terimakasih Bang Atal, Selamat Bekerja Bang Hendry

Oleh: Junaidi Ismail

KONGRES XXV PWI di Bandung, Jawa Barat membuka lembaran sejarah baru, Hendry Ch Bangun terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2023-2028, setelah meraih suara terbanyak mengungguli petahana Atal S Depari Rabu (27/9/2023) dini hari.

Pasca terpilih, Hendry tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pendukungnya. Meski begitu, dengan tegas Hendry menyatakan bahwa hal tersebut hanyalah sebuah proses yang harus dilalui dalam sebuah kontestasi. Saat ini dirinya dan PWI adalah milik semua anggota PWI dari 38 Provinsi se-Indonesia.

“Saya berterima kasih kepada seluruh pendukung saya. Tapi, itu hanya proses. Sekarang, PWI milik kita semua, 38 provinsi memiliki PWI,” kata Hendry dalam sambutannya usai terpilih.

Pemilik nama lengkap Hendry Chaerudin Bangun itu mengajak seluruh anggota PWI, untuk terus bersinergi membangun kejayaan organisasi tersebut.

“Tentu, saya memiliki ambisi untuk menjadikan PWI sebagai organisasi terbesar, tertua, dan paling banyak intelektualnya. Kita harus manfaatkan semaksimal mungkin, agar kita kembali memiliki kejayaan, sebagaimana terjadi di masa-masa lalu,” tuturnya.

Kongres ini juga mendaulat Sasongko Tedjo, sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat.

Hendry yang juga sebagai pemimpin tim formatur, diberi waktu satu bulan untuk menyusun pengurus PWI masa bakti 2023-2028.

Dalam prosesnya, Pemilihan Ketua Umum PWI yang memperebutkan 88 suara dari 38 provinsi, diramaikan oleh tiga nama: petahana Atal Sembiring Depari, Hendry Ch Bangun, dan Zulmansyah Sakedang.

Sebelum pemilihan, ketiga calon tersebut menyampaikan visi dan misi, apabila terpilih sebagai Ketua Umum PWI, di hadapan peserta kongres.

Di putaran pertama yang berlangsung cukup sengit, Atal mengantongi 40 suara. Unggul satu angka dari Hendry, yang meraup 39 suara. Sedangkan Zulmansyah, hanya sembilan.

Atas hasil tersebut, pimpinan sidang memerintahkan peserta kongres kembali melakukan pemilihan suara, dengan mekanisme putaran kedua.

“Dari hasil penghitungan suara, ada dua calon yang mendapatkan suara terbesar yaitu Atal Sembiring Depari dan Hendry Ch Bangun. Sesuai aturan yang telah disepakati, akan ada pemilihan putaran kedua,” kata pimpinan sidang Lutfil Hakim.

Di putaran kedua, Hendry memperoleh 47 suara. Mengungguli Atal, yang hanya meraup 41 suara.

Hendry pun dinyatakan terpilih menjadi Ketua Umum PWI Pusat, dan langsung disahkan oleh pimpinan sidang.

Diketahui, Hendry yang lahir di Medan Sumatera Utara, pada 26 November 1958, sebelumnya pernah menjabat Sekretaris Jenderal PWI periode 2008-2013 dan 2013-2018.

Alumnus Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1982 ini juga pernah mengemban amanah sebagai Wakil Ketua Dewan Pers Periode 2019-2022. Hendry menjadi Anggota Dewan Pers, mewakili Unsur Wartawan.

Karier jurnalistik Hendry dimulai pada tahun 1982, sebagai wartawan Majalah Sportif Jakarta.

Dua tahun bekerja untuk Majalah Sportif Jakarta, Hendry banting setir ke Harian Kompas.

Tahun 1987, Hendry bergabung dengan PWI.

Banyak sudah tugas besar yang telah terselesaikan dengan baik dan membanggakan oleh petahana Atal S Depari di PWI selama menjabat sebagai ketua umum.

Keluarga besar PWI juga tentu sepakat dengan ajakan Hendry, untuk terus bersinergi membangun kejayaan organisasi wartawan terbesar dan tertua di NKRI tersebut.

Terimakasih Bang Atal.. Selamat bekerja Bang Hendry.. Jaya selalu PWI..!! (*)

Penulis adalah:
– Anggota biasa PWI
– Pengurus JMSI Provinsi Lampung
– Wartawan Utama Dewan Pers




Pemkab Mojokerto Bagi-bagi Mobil ke Aparat Penegak Hukum ?

JAKARTA, (TB) – Pemerintah kabupaten Mojokerto  memberikan mobil berbagai merek kepada Aparat Penegak Hukum seperti Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Kepolisian Resort Mojokerto Kota, dan Pengadilan Negeri Mojokerto.

Untuk kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto saja mendapat 3 mobil, Kepolisian Resort Mojokerto Kota mendapat satu mobil, dan Pengadilan Negeri Mojokerto mendapat satu mobil dari Pemkab (Pemerintah kabupaten) Mojokerto

Meskipun kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto dapat 3 mobil dari Pemkab Mojokerto, tapi kalah keren, lux dan mewah dengan merek mobil yang diperoleh oleh Kepolisian Resort Mojokerto Kota, dan Pengadilan Negeri Mojokerto.

Ini mungkin benar benar sangat diskriminasi bagi kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto yang hanya dapat merek Toyota Kijang Innova, Toyota New Avanza dan Toyota Corolla Altis doang.

Sedangkan Kepolisian Resort Mojokerto Kota, dan Pengadilan Negeri Mojokerto. Pemkab Mojokerto memberikan mobil merek Toyota Fortuner 2,5 G yang nyaman dan meninabobokan aparat penegak hukum tersebut.

Makanya ketika CBA (Center For Budget Analisis) meminta KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyelidiki
adanya dugaan penyimpangan Lelang 2 Proyek di RSUD Soekandar Mojokerto dan proyek Rumah dinas wakil bupati, serta Segera memanggil Bupati Mojokerto, Ikfina Fatmawati.

Tetapi Aparat hukum di daerah seperti Jaksa dan Polisi seperti santai – santai saja, dan dianggap bukan wilayah urusan mereka. Apakah ini akibat dari dampak pemberian mobil dalam bentuk pinjam pakai dari Pemkab ke penegak Hukum, hanya rakyat yang bisa menilai.

Yang jelas, baik Jaksa, Kepolisian, dan Pengadilan Negeri Mojokerto semua anggaran kebutuhan mereka sudah disediakan dari APBN untuk menjalankan tugas dan kewajiban mereka. Tapi kok mandul pemberantasan korupsi di kabupaten Mojokerto ?