Pernyataan Pj Bupati Bogor Terkait RLS, AISNU: Terkesan Merugikan Citra Pesantren

BOGOR, (TB) – Pernyataan Penjabat (Pj) Bupati Bogor, Bachril Bakri, yang mengaitkan rendahnya angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dengan banyaknya siswa yang memilih untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren, mendapat tanggapan dari Abdul Azis Al Gifari, Koordinator Daerah Kabupaten Bogor Arus Informasi Santri Nusantara (AISNU).

Abdul Azis menilai bahwa pernyataan tersebut kurang tepat dan bisa menimbulkan kesan yang merugikan citra pesantren. Menurutnya, memilih pondok pesantren bukan berarti mengabaikan pendidikan formal atau menurunkan kualitas pendidikan seseorang. Justru, pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan akhlak, selain memberikan pendidikan agama yang mendalam.

“Pernyataan Bupati yang mengaitkan rendahnya RLS dengan banyaknya siswa yang memilih pesantren, menurut kami, sangat disayangkan. Pesantren bukanlah faktor penyebab rendahnya angka RLS. Banyak pesantren yang juga memiliki program pendidikan formal yang diakui negara, bahkan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,” ungkap Abdul Azis.

Ia menambahkan bahwa banyak pesantren kini telah berkolaborasi dengan pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang tidak hanya berbasis agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum yang seimbang. Dengan demikian, para santri tetap memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam maupun luar negeri.

Abdul Azis juga mengingatkan bahwa setiap siswa memiliki hak untuk memilih jalur pendidikan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. “Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada kualitas pendidikan secara keseluruhan, tanpa mengenyampingkan lembaga pendidikan tertentu,” tambahnya.

Selain itu, Abdul Azis juga meminta Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor untuk menyajikan data yang lebih detail dan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya RLS. “Kami berharap BPS dapat memberikan data yang lebih terperinci mengenai alasan ketidakhadiran siswa di sekolah, termasuk faktor ekonomi, akses pendidikan, serta pilihan pendidikan non-formal seperti pesantren. Dengan data yang lebih lengkap, kita dapat menghindari kesimpulan yang terburu-buru dan tidak akurat,” ujarnya.

Sebagai penutup, Abdul Azis berharap agar pernyataan semacam itu tidak memperburuk persepsi terhadap pesantren, yang justru telah banyak memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, terutama dalam hal pendidikan karakter dan spiritual. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling mendukung dalam menciptakan iklim pendidikan yang inklusif dan berkualitas di Kabupaten Bogor.