Kasus Pembelian Tanah Bermasalah Oleh Anggota DPR-RI Makin Memanas
LAMPUNG, (TB) – Langkah anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA membeli tanah seluas 1,7 Ha di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan, seakan klimaks dari permainan“Mafia Tanah”setempat. Karena saat ini perseteruan Antar-pemainnya, semakin memanas.
Hal itu seiring pengakuan notaris Akhmadi Dachlan yang menyatakan tidak mengetahui sebab musabab adanya surat pernyataan ditandatangani AS sebagai pemilik sertifikat yang menjual lahannya kepada anggota DPR-RI, JA.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, saat dikonfirmasi, Senin (11/12/2023) petang, notaris Akhmadi Dachlan mengaku sepengetahuannya tanah tersebut semula milik HJD.
Karena yang bersangkutan meninggal dunia, anaknya sebagai ahli waris yaitu AS.
“Kemudian mengapa mereka membuat surat kesepakatan dimaksud, saya tidak mengetahui sebab musababnya,” ujar notaris yang berkantor di kawasan Teluk Betung. Pernyataan notaris Akhmadi Dachlan dibantah keras oleh Tohirin.
Salah satu pemain tanah di Malang Sari itu, Selasa (12/12/2023) petang, menegaskan, Akhmadi Dachlan terlibat aktif dalam persekongkolan mereka “mengakuisisi” lahan yang sebelumnya dibebaskan oleh pengusaha pabrik kertas, David Siemens Kurniawan, sekira tahun 1992-an tersebut.
“Bohong kalau pak Akhmadi tidak tahu sebab musabab adanya surat pernyataan yang dibuat AS. Wong dia termasuk yang membiayai proses keluarnya sertifikat kok. Bahkan untuk operasional kami juga dia yang talangi,” urai Tohirin, dengan menambahkan, penyandang dana mereka ada dua orang, yaitu EH dan Akhmadi Dachlan.
Ditambahkan, notaris itu juga memfasilitasi AS dengan kendaraan roda empat, pun Bejo yang saat itu menjabat Kepala Desa Malang Sari. “Kalau tidak salah, mobil yang dikasihin Pak Akhmadi ke AS itu fortuner, dengan perjanjian kalau tanah yang kami urus laku, bayaran mobilnya dipotong dari situ,” tutur Tohirin, sambil menambahkan, mobil yang ada pada Bejo ditarik oleh Akhmadi ketika sang kades masuk bui.
Ditambahkan, ia dan kawan-kawannya tidak menolak point keempat atas masuknya pembayaran hutang HJD kepada Akhmadi Dachlan, karena notaris tersebut memang bagian dari mereka.
“Makanya kami kaget, kok dia seakan-akan mau cuci tangan dalam masalah ini, dengan menyatakan tidak tahu sebab musabab adanya perjanjian antara kami,” sambung Tohirin.
Ia juga mengakui, kasus “mafia tanah” di Malang Sari pernah diproses di Polres Lampung Selatan. Namun, sampai saat ini tidak jelas kelanjutannya.
Ia menduga, persoalan ini menjadi “Dingin” bisa saja karena campur tangan Akhmadi dan anggota DPR-RI, JA.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA disebut-sebut telah membeli “tanah bermasalah” seluas 1,7 Ha di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan.
Menurut penelusuran, tanah itu pada sekitar awal 1990-an telah dibebaskan oleh seorang pengusaha asal Malang, Jawa Timur, bernama David Siemens Kurniawan. Namun, seiring gejolak politik tahun 1998 dan krisis moneter melanda negeri ini, David meninggalkan begitu saja investasinya.
Belakangan diketahui, dari 15 Ha lahan yang dibeli pengusaha pabrik kertas itu, hanya 6 Ha yang bisa dimanfaatkan. Karena 9 Ha lainnya masuk dalam area kehutanan. “Tanah terbengkalai” ini memicu aparat desa merekayasa untuk menguasainya. S alias Bejo saat menjadi kades membuat surat sporadik.
Lahan “pampasan” tersebut diatasnamakan tiga orang, yaitu R, HJD, dan seorang penyandang dana berinisial EH. Pada sebuah pertemuan, B dan ketiga koleganya sepakat mendahulukan pensertifikatan “jatah” HJD seluas 17.330 m2. Tetapi, belum lagi sertifikat selesai, HJD yang berdomisili di Labuhan Maringgai, Lampung Timur, meninggal dunia. Jatuhlah urusan “tanah pampasan” itu ke anaknya, berinisial AS.
Sambil menunggu bukti sah kepemilikan, para “mafia tanah” sepakat untuk menjual tanah “jatah” AS, dan untuk kepentingan tersebut dibuatlah surat pernyataan, tertanggal 29 Desember 2021.
Pada surat pernyataan itu, AS menyatakan, akan memberikan pembagian hasil penjualan tanah setelah dikurangi biaya PPH dan BPHTB, membayar fee pekerjaan kepada EH –penyandang dana-, membayar hutang almarhum HJD kepada RF, membayar hutang almarhum kepada Akhmadi Dachlan –yang belakangan diketahui sebagai notaris-, membayar hutang kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan pengurusan tanah, dan memberi uang tali asih untuk penggarap masing-masing Rp 5 juta.
Setelah enam point tersebut selesai, baru dilakukan pembagian; untuk AS dan keluarga sebesar 40%, untuk tim Desa Malang Sari 30%, dan tim lapangan 30%.
Pada 5 Januari 2022, surat pernyataan yang juga ditandatangani Sabar, Abimanyu Putra, dan Sugeng sebagai saksi, dibubuhi cap dan didaftarkan dalam buku pendaftaran yang disediakan khusus untuk itu oleh notaris Akhmadi Dachlan, SH, MH.
Seperti diketahui, permainan “mafia tanah” ini berhasil menggolkan bukti sah atas lahan 17.330 m2 dengan terbitnya sertifikat pada tanggal 5 April 2022 dengan status hak milik nomor: 00027 dan NTB 08.02.18.05.00028, yang ditandatangani Kepala BPN Lampung Selatan, Hotman Saragih.
Tanah itulah yang dibeli anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA. Diperkirakan, mantan anggota DPRD Lampung tersebut merogoh koceknya tidak kurang dari Rp 4,3 miliar untuk memiliki lahan 17.300 m2 seharga Rp 250.000/m2 itu. Belum lagi biaya memagar keliling yang diestimasi menghabiskan dana sekitar Rp 500 jutaan.
Sayangnya, meski telah dimintai konfirmasi melalui WhatsApp sejak Senin (11/12/2023) siang, sampai Rabu (13/12/2023) pagi, anggota DPR-RI berinisial JA belum mau memberikan tanggapan. (Oby/Rls)