Fatiatulo Lazira Menilai LP Terhadap Ketua IPW Sebagai Upaya Kriminalisasi Peran Serta Masyarakat

0
Spread the love
image_pdfimage_print

BOGOR, (TB) – Ketua Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Selatan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi Pergerakan), Fatiatulo Lazira, S.H. menilai Laporan Polisi (LP) terhadap Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso sebagai upaya kriminalisasi peran serta masyarakat.

” Tindakan melaporkan pelapor yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana, termasuk tipikor berpotensi bisa menciptakan ketakutan – ketakutan bagi masyarakat untuk berperan mengungkap kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa itu (extra ordinary crime),” ungkap Fatiatulo Lazira melalui press release nya yang diterima media ini, Kamis (23/03/2023).

Seperti diketahui, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso atau biasa disapa STS, melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh salah seorang wakil menteri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas laporannya, STS justru dilaporkan balik ke Bareskrim Polri dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik.

“Pelaporan terhadap Ketua IPW tersebut, berpotensi menjadi preseden buruk. Tidak hanya dalam pengungkapan kasus – kasus dugaan tindak pidana korupsi, melainkan juga dugaan tindak pidana pada umumnya. Masyarakat akan takut dilaporkan balik, bilamana melaporkan adanya dugaan tindak pidana,” cetus Fatiatulo Lazira.

Fati, sapaan akrabnya menerangkan, bahwa tindakan melaporkan dugaan tipikor adalah hak dan merupakan bagian dari bentuk peran serta masyarakat yang diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam Pasal 41 UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2021 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), mengatur bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

“termasuk hak untuk memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dengan berpegang teguh pada asas – asas hukum yang berlaku,” jelas Fati.

Ia melanjutkan, dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP No. 43/2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan, peran serta masyarakat adalah keikutsertaan secara aktif warga masyarakat dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan baik orang perseorangan maupun kelompok orang antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat.

“Oleh karena itu, kami meminta agar Bareskrim Polri menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso,”‘ desaknya.

*KPK Wajib Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Pelapor*

Hal senada diungkapkan Advokat Doris Manggalang Raja Sagala, S.H., Ia menuturkan bahwa KPK memiliki kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pelapor dalam setiap dugaan tindak pidana, termasuk tipikor.

“Perlindungan hukum dimaksudkan untuk memberikan rasa aman terhadap pelapor. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD Tahun 1945, yang berbunyi: bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”, terangnya.

Doris juga menerangkan bahwa Pasal 15 UU No. 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), mengatur bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Saya mendorong KPK melaksanakan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan terhadap Sugeng Teguh Santoso selaku pelapor dalam dugaan tindak pidana korupsi, termasuk berkoordinasi dengan Bareskrim untuk menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Ketua IPW itu, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (4) PP 43/2018,” paparnya. (Fri/Sto).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *