LPKP Sayangkan Proyek Miliaran Dinas PUPR Kota Bogor Yang Pengerjaannya Molor

KOTA BOGOR, (TB) – Wakil ketua Bidang Hukum dan Advokasi Masyarakat Lembaga Pemerhati Kebijakan Pemerintah (LPKP) Ade Subaedi,SH, sangat menyayangkan dengan adanya pembangunan
jembatan dan Turap Penahanan Tanah (TPT) di Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor yang molor dari jadwal yang ditentukan.
Proyek miliaran rupiah dengan nomor SPK 621 / 03-PPK / jembatan kayu manis/VI /2021 dan tanggal SPK 04 Juni 2021 S/D 01 Oktober 2021 atau 120 hari kalender yang dilaksanakan oleh  perusahaan penyedia jasa yaitu PT Agciran Tehnik, pembangunannya belum benar- benar tuntas, bahkan TPT nya baru tahap penggalian, kan parah, Ucap Ade Subaedi kepada media media ini, Senin (15/11/2021)
Padahal kata Ade, belum lama ini Walikota Bogor Bima Arya saat meninjau langsung pembangunan mengatakan On The Track  bulan Oktober proyek pembangunan selesai.
Namun fakta di lapangan sampai bulan November ini pembangunannya belum selesai dan masih berantakan.
” Menurut kami ini adalah tamparan keras bagi Walikota Bogor dari pihak perusahaan. Semestinya proyek pembangunan tersebut selesai per tanggal 01 Oktober 2021 namun kenyataannya masih belum tuntas,” ujar Ade.
” Jadi dalam hal ini pihak perusahaan tidak bertanggung jawab. Artinya perusahaan penyedia jasanya harus didenda/pinalti karena sudah melewati batas waktu,” tambah Ade.
Patut diduga dalam hal ini perusahaan tidak profesional dan tidak bertanggung jawab atas batas waktu yang telah di tentukan.
” Kami berharap Walikota Bogor segera mengambil langkah yang tegas, dan kepada dinas terkait dalam hal ini PUPR Kota Bogor jangan hanya diam saja ambil tindakan dong,” jelas Ade Subaedi.
Selain itu kami juga menyayangkan proyek yang memakai anggaran APBD kota bogor dengan nilai Rp 3.305.072.000.00, kok bisa tidak selesai tepat waktu.  ” Tiga Miliar lebih itu bukan uang yang sedikit loh,” tukas Ade.
” Kami juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH ) baik Kapolresta dan Kejaksaan Negeri Kota Bogor harus bersikap cek dan turun ke lokasi, karena bagaimanapun juga dalam hal ini mereka punya tanggung jawab juga dalam pencegahan dan penindakan jika ditemukan penyimpangan anggaran yang bersumber dari APBD (uang rakyat),” tegasnya.
“Anehnya dan yang harus menjadi pertanyaan besar adalah, kenapa anggaran 3.305.072.000 tersebut tidak dilelangkan? bukannya penunjukan langsung itu hanya sampai batas maksimal di angka Rp.200.000.000 an saja. Apakah ada aturan yang mengatur anggaran miliaran tersebut tak harus lelang? Kalau ada bolehkah masyarakat mengetahui dasar aturannya,” tegas Ade Subaedi.
Hingga berita ini diturunkan, media ini masih  terus menggali informasi lebih lanjut dan masih berupaya mengkonfirmasi hal ini ke dinas terkait.  (Sto/Red).