MEGAMENDUNG, (TB) – Sial dan tragis nasib yang dialami belasan orang yang merasa tertipu karena telah membeli sebidang tanah dari Perseroan Terbatas (PT) Grup Mataqu Indonesia di salah satu wilayah Desa Megamendung Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor pada 2017 silam. Pasalnya ternyata tanah yang mereka jual beli beli tersebut diduga berstatus tanah milik negara atau lahan garapan.
Sadrawi dari Law Firm Wiza & Rekan selaku kuasa hukum dari ke-13 korban dugaan penipuan itu membenarkan bahwa, dari 13 orang kliennya yang telah membeli sebidang tanah berlokasi di Desa Megamendung, Gunung Geulis, Kecamatan Sukaraja, dan wilayah Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, serta Desa Telaga, Kecamatan Cigeunang, Kabupaten Kabupaten Cianjur tersebut, ternyata tanahnya tidak ada atau bukan milik dari PT. Grup Mataqu Indonesia.
Menurut Sadrawi, ketiga belas kliennya itu merupakan korban yang telah membeli tanah tersebut ternyata telah tertipu di tahun 2017, yang disinyalir terdapat tindakan jual-beli.
Dan untuk menindak lanjutinya, ke 13 orang ini memberikan kuasa penuh kepada pihaknya dalam hal ini Law Firm Wiza & Rekan yang beralamat di Jl. Boulevard Raya Galaxy City Ruko RGG No.16, Jakasetia Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Adapun, dirinya sebagai kuasa hukum yang mewakili dan atau mendampingi pemberi kuasa untuk mengurus permasalahan hukum antara pemberi kuasa dengan PT. Grup Mataqu Indonesia, sehubungan dengan adanya wanprestasi dan indikasi tindak pidana penipuan atau pemalsuan dokumen transaksi jual-beli yang dilakukan oleh PT tersebut atas pembelian tanah.
“Memang benar para pemberi kuasa sebanyak 13 orang itu telah tertipu atas jual-beli tanah di daerah Bogor dan Cianjur, dimana mereka telah membeli tanah dan adanya tindakan pemalsuan yang dilakukan PT. Mataqu Indonesia,” ujar advokat Sadrawi SH, CEO & Founder Wiza dan rekan kepada wartawan, belum lama ini.
Ia melanjutkan, bahwa ke 13 korban itu diganti (Resale) dengan sebidang tanah juga di daerah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
“Namun surat-surat di Cianjur masih dalam proses sehingga kami belum bisa memberikan informasi secara detail,” ujar advokat Sadrawi yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Humas DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Kota Bekasi.
Ia menambahkan, resale dengan diberikan tanah di Kelurahan Telaga Kecamatan Cigeunang, Kabupaten Cianjur ini, memang merupakan tanah yang dimiliki PT. Grup Mataqu Indonesia dimana suratnya atas nama Berry Tornado,SH, dan pengalihan atau resale itu sudah sepakat kedua belah pihak.
Berdasarkan Berita Acara Mediasi/Musyawarah bahwa penyelesaian transaksi jual-beli kavling quran Mataqu pada tanggal 14 Oktober 2020 dengan batas akhir 14 April 2021 lalu.
“Mediasi tersebut telah disepakati adanya pembayaran pengembalian uang klien kami dengan cara reposisi tanah kavling yang berada di Cianjur. Untuk itulah saya mengirimkan surat somasi peringatan kepada PT. Grup Mataqu Indonesia, agar tanggal 14 April 2021 segera direalisasikan, saya berharap pihak GMI kooperatif dalam menyikapi hal tersebut,” tegasnya.
Ketika ditanya perihal adanya peralihan penyelesaian pada tanggal 14 april nanti namun tidak diberikan kembali uang kepada pihak belasan korban, akan tetapi GMI malah mangkir diganti yang lain. Dirinya menegaskan, “Saya telah memegang kartu AS dari kasus ini, jadi apabila ada hal-hal diluar apa yang menjadi ketetapan dari perjanjian dan somasi peringatan, baru saya perlihatkan kepada mereka kartu AS tersebut,” kecamnya.
Menurut Sadrawi sendiri, sambungnya, setelah menyampaikan surat somasi tersebut, pihaknya meminta saudara Berry Tornado, SH untuk kooperatif dan bekerja sama dalam hal ini.
“Kalau tidak kooperatif maka kami akan menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana,” jelasnya.
Dilain sisi, Kepala Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Bogor, Duduh Mandung menerangkan, dalam persoalan jual beli antara PT GMI dengan ketiga belas orang yang diduga korbannya itu, dirinya tidak tahu persis. Karena pada tahun 2017 saat adanya jual-beli tersebut dirinya belum menjabat sebagai Kepala Desa Megamendung.
“Kalau Jual Beli itu saya tidak tahu persis, karena saya belum menjabat kades. Kan saya juga baru menjabat kades Megamendung ini terhitung baru 6 bulan,” akunya.
Namun, kata Duduh, keluhan dari ketiga belas orang yang diduga menjadi korban penipuan oleh PT GMI ini telah diterima jajarannya.
Dimana, dalam laporan dari perwakilan korban yang menyebutkan yang mana adanya segelintir pihak yang telah melakukan jual beli tanah akan tetapi tertipu.
“Tapi saya enggak tahu persis ya tingkat tertipu nya seperti apa, karena kan kita tidak mempelajari materi sistem jual beli nya seperti apa mekanismenya. Karena kan, saya waktu itu belum menjabat atau mengetahui untuk urusan jual beli,” terangnya.
Menurut dia, atas persoalan tersebut pihak pemdes megamendung sendiri telah menyampaikan kepada pihak PT GMI akan hal ini supaya tida terjadi hal yang tak diinginkan dikemudian hari di wilayah Desa Megamendung. Selain itu, pihaknya juga meminta penjelasan kepada PT GMI untuk lokasi tanah yang dimaksudkan yang notabenenya sudah dibebaskan dalam konteks PT GMI.
“Dalam keterangan PT GMI perihal pembebasan yang diutarakan kepada kami, mungkin diartikan pembebasan secara fisik. Boleh dibilang bahasa di kita mah lahan garapan, atau tanah negara eks komikoy kalau di kita itu nyebutnya,” imbuhnya.
Duduh melanjutkan, atas dasar itu dirinya menyarankan kepada haji Berry selaku pihak PT GMI agar saat melakukan proses pengkavlingan dapat menyelesaikan juga legal aspeknya supaya ada landasan untuk jual beli kavling.
“Tapi ini untuk konteks jual beli ya, yang saya sarankan ke haji Beri itu. Jadi meski itu tanah garapan, saya sarankan kalau mau ada transaksi jual beli kavling saya menyarankan agar pihak haji Berri ini dapat menyelesaikan juga aspek legalitasnya berikut perijinan Sertifikat tanahnya dan lain sebagainya,” bebernya.
Lebih lanjut ia memaparkan, lantaran kondisi lahan yang diperjual belikan oleh pihak Haji Berri merupakan lahan garapan dalam artinya tanah eks en komikoy, pihak desa hanya bisa memberikan akses sementara supaya tidak terjadi kekisruhan lebih lanjut, dirinya menyampaikan kala itu dengan hanya sebatas kedudukan tanah garapan saja atau pada kedudukan garapan.
“Jadi saat itu saya sampaikan, pak haji lebih baik jujur dan terbuka yang hanya sebatas over-over garap saja dulu. Tidak ada jual beli, terkecuali pak haji memberikan jaminan garansi proses jual beli bisa terjadi setelah Sertipikat tanah itu terbit atas nama pak haji Deri atau PT Grup Mataqu Indonesia, baru dia boleh jual beli akan tetapi sepanjang memang belum bisa ke arah sana atau menghadapi kendala saat proses pengurusan ijinnya saya sarankan ke dia agar tanahnya diserahkan dulu kepada yang bersangkutan atau ketiga belah korban,” akunya.
“Jadi jangan uang diambil tanah enggak diserahkan. Intinya saya tidak pernah melegalkan adanya jual beli terkait tanah garapan terhadap PT GMI tersebut. Jadi gak ada jual beli kalau itu mah umumnya hanya over-over garap saja atau penguasaan fisik saja, memang kalau fisik yang bersangkutan menguasai, ya mau apa lagi kan,” tuturnya.
Kades Duduh juga menyatakan, apabila dari ketiga belas korban apabila merasa dirugikan atau merasa tertipu oleh PT GMI ini sebaik dapat diadukan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) terkait.
“Kalau memang korban merasa tertipu ya sebaiknya, ya diadukan aja. Ada proses hukum juga kan,” pungkasnya dengan nada terbata-bata. (Sto/red)