Wartawan Versus Humas, Perbedaan Budaya & Profesinya Bagaikan Langit dan Bumi

BOGOR, (TB) – Perbedaan profesi dapat menyebabkan terjadinya konflik. Karena masing-masing profesi memiliki budaya yang berbeda. Biasanya budaya profesi dipengaruhi oleh budaya organisasi, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di suatu organisasi.
Selain itu juga dipengaruhi oleh standar operating procedure (SOP) yang menjadi kerangka acuan bagi suatu pekerjaan tertentu. Apalagi, kalau jenis pekerjaan tersebut memiliki kode etik yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang bekerja di bidang tersebut.
Nah Salah satu konflik karena perbedaan jenis pekerjaan dalam bidang komunikasi adalah antara wartawan dengan humas. Padahal para wartawan memerlukan orang-orang humas, sama seperti orang-orang humas memerlukan wartawan.
Keduanya saling membutuhkan, untuk kepentingan pekerjaannya masing-masing. Namun kedua profesi tersebut sering terlibat dalam konflik, ketika mempertahankan, memperjuangkan, atau membela kepentingannya masing-masing. Ruslan (1999) mengatakan bahwa secara umum pers berfungsi memberikan informasi, penyebaran pengetahuan, unsur mendidik dan menghibur bagi pembacanya. Selain itu fungsi khusus pers adalah kemampuan untuk mempengaruhi opini masyarakat, melaksanakan sistem kepengawasan sosial.
Hal tersebut memiliki pertentangan dengan fungsi PR yang justru berkaitan dengan publikasi bersifat positif, dengan penyebaran informasi atau pesan untuk meningkatkan pengenalan (awareness), mendidik, menciptakan citra dan opini masyarakat kepada sesuatu yang positif serta menghindarkan unsur-unsur pemberitaan atau publikasi yang bersifat negatif, sensasional, polemik atau kontroversial di masyarakat.
Secara lebih jelas perbedaan antara fungsi PR dan wartawan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Seringkali hubungan antara humas dan media menjadi inti dari konflik etis pada profesi masing-masing. Karena baik humas maupun wartawan memiliki kode etik profesi yang bisa saling bersinergi atau bertentangan.
Dua isu besar yang kerap muncul dalam hubungan humas dengan media adalah kejujuran dalam komunikasi dan akses baik akses humas ke media maupun sebaliknya. Kedua isu yang berpotensi menjadi masalah ini dapat mempengaruhi hubungan antara humas dan media, serta hubungan antara organisasi dan masyarakat yang menggunakan media sebagai saluran informasi.
Padahal menurut Parsons (2007), 40-50 persen atau lebih dari semua berita yang dilaporkan setiap hari berasal dari departemen humas dari pemerintah, bisnis, dan organisasi nirlaba. Maka hubungan media merupakan salah satu strategi yang penting dan tentu saja memiliki profil paling tinggi yang digunakan oleh humas untuk mengkomunikasikan dan mengembangkan hubungan dengan masyarakat.
Ini berarti bahwa hubungan antara humas dan media sebagai publik yang penting sangat signifikan, akan tetapi, ada dilema etis yang tak terpisahkan dari hubungan ini.
Membangun hubungan dengan media juga dapat diibaratkan menyatukan dua kepentingan yang berbeda. Karena kepentingan perusahaan dengan media bisa jadi saling membutuhkan dan menguntungkan, tetapi dalam situasi tertentu bisa menjadi dua hal yang saling bertentangan.
Humas jelas membawa pesan dan kepentingan perusahaan. Sedangkan media membawa kepentingan yang berbeda pula, kepentingan perusahaan pers maupun kepentingan individu wartawan. Karena itulah loyalitas keduanya secara konkret pasti berbeda.
Jadi sangat jelas dan tegas bahwa produk humas sangat jauh berbeda dengan karya jurnalistik (wartawan). (Red)
Sumber: researchgate.net